TEMPO.CO, Jakarta - Startup jaringan bisnis hotel, OYO memutuskan untuk memangkas tenaga kerja globalnya sekitar 5 ribu hingga 25 ribu orang, dengan pengurangan paling besar untuk wilayah Cina. Dilansir dari Bloomberg, Ahad 8 Maret 2020, PHK itu terjadi karena bisnis OYO dihantam cukup keras oleh dampak wabah virus Corona atau Covid-19 di seluruh dunia, terutama Cina.
Akibat pariwisata yang anjlok, startup bisnis perhotelan asal India itupun mengurangi karyawan di Cina, Amerika Serikat dan negara asalnya. Langkah rasionalisasi diambil karena perusahaan berjuang meningkatkan profit.
OYO yang didirikan dengan pendanaan dari SoftBank itu berkembang pesat setelah didirikan pada 2013. Valuasi OYO diperkirakan telah mencapai US$ 10 miliar. Bahkan, OYO disebut-sebut sebagai salah satu portofolio SoftBank Group Corp yang terbesar.
"Pada fase kami sebelumnya, kami menambahkan banyak properti ke platform kami dan membangun merek dan mindshare," kata pendiri dan Chief Executive Officer Ritesh Agarwal dalam sebuah wawancara di Bloomberg, 4 Maret 2020.
Agarwal mengatakan, setelah program PHK, jumlah karyawan global akan berkurang sekitar 17 persen dari semula 30.000 pada Januari. "Pada saat proses restrukturisasi kami selesai, OYO akan memiliki lebih dari 25.000 karyawan di seluruh dunia," kata dia.
Rasionalisasi karyawan atau PHK di OYO Cina naik tajam setelah wabah virus corona merebak. Selain itu, perusahaan ini juga memecat 12 persen dari 10.000 karyawan di negara asalnya, India.
Perampingan karyawan semakin massif setelah investornya, SoftBank, mengalami tekanan karena investasinya di WeWork rugi sangat besar. Selain itu, kinerja SoftBank juga terganggu dengan loyonya bisnis di startup lain seperti Slack Technologies Inc. dan Uber Technologies Inc. Kondisi sulit ini memaksa SoftBank menekan perusahaan-perusahaan yang didanainya untuk melakukan efisiensi besar-besaran.
Sebelum OYO, SoftBank juga meminta pemangkasan karyawan pada Zume Pizza Inc. yang merupakan portofolio lain SoftBank. "Di Cina, virus corona menyerang kami, dan di beberapa provinsi, kami berusaha keras untuk tetap menjaga hotel agar bisa tetap buka sebanyak mungkin. Ini waktu yang sulit bagi bisnis perhotelan," kata Agarwal.
HENDARTYO HANGGI | BLOOMBERG