TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's Investor Service merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,9 persen menjadi 4,8 persen pada 2020. Moody's menjelaskan, virus corona (Covid-19) masih akan memperlambat aktivitas ekonomi, khususnya pada paruh pertama tahun ini.
"Ketakutan akan penularan virus corona akan mengurangi aktivitas konsumen dan bisnis. Semakin lama waktu yang dibutuhkan rumah tangga dan bisnis melakukan aktivitas normal, semakin besar dampak ekonominya," kata Moody's dalam laporan Global Macro Outlook Tahun 2020, Jumat 6 Maret 2020.
Moody's mecatat, risiko terjadinya resesi global pun telah meningkat. Semakin lama wabah virus corona ini akan mempengaruhi kegiatan ekonomi, lonjakan permintaan akan terjadi dan mengarah ke resesi.
Sebab, pelemahan konsumsi yang terus menerus terjadi, ditambah dengan penutupan bisnis yang berlangsung lama, akan menurunkan pendapatan dan mendorong terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Adapun untuk pertumbuhan ekonomi global, Moody's merevisi pertumbuhan ekonomi global tumbuh 2,1 persen tahun 2020 atau 0,3 poin lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Hal itu dikarenakan, adanya perlambat pertumbuhan ekonomi pada sejumlah besar negara pada semester satu tahun 2020.
Selain Indonesia, Moody's pun memprediksi pertumbuhan ekonomi negara-negara G-20 lainnya. Seperti Cina dengan jumlah korban virus corona terbanyak di dunia, Moody's pun memangkas perkiraan pertumbuhan ekonominya dari 5,2 persen ke 4,8 persen.
Kemudian Korea Selatan yang juga terkena dampak cukup parah dengan adanya penyebaran virus corona. Moodys memprediksi pertumbuhan ekonominya hanya mencapai 1,4 persen dari perkiraaan sebelumnya 1,9 persen.
"Sementara pertumbuhan ekonomi Italia tampaknya akan mengarah ke resesi. Wabah virus corona terkonsentrasi di Kota Lombardy, Veneto, dan Emiglia-Romagna, yang merupakan penyumbang dari 40 persen Produk domestik Bruto (PDB) Italia," ungkap Moody's.
Untuk negara sebesar Amerika Serikat, Moody's pun merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi negara tersebut menjadi 1,5 persen dari sebelumnya 1,7 persen. Hal itu didasarkan terhadap asumsi guncangan ekonomi yang terjadi pada semester satu tahun 2020, namun akan diikuti dengan pemulihan pada semester kedua mendatang.
Meskipun berdampak buruk terhadap ekonomi global, Moody's menyebut langkah kebijakan fiskal dan moneter akan membantu mengurangi kerugian pada masing-masing perekonomian.
"Seperti keputusan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin dan pengumuman dari Bank Sentral Eropa dan Bank Jepang yang memastikan dukungan kebijakan, akan membatasi volatilitas di pasar keuangan global," tutur Moody's.
EKO WAHYUDI