TEMPO.CO, Jakarta - Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan negara-negara berkembang di Asia akan kehilangan produk domestik bruto (PDB) US$ 22 miliar atau sekitar 0,2 persen.
"Ada banyak ketidakpastian terkait COVID-19, termasuk dampak ekonomi. Ini membutuhkan beberapa skenario untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang potensi kerugian," kata Kepala Bidang Ekonom ADB Yasuyuki Sawada, seperti dikutip Antara, Jumat 6 Maret 2020.
Wabah yang sampai sekarang masih berlangsung ini akan berdampak signifikan terhadap perkembangan ekonomi Asia seperti penurunan tajam permintaan domestik, pariwisata, perjalanan bisnis, perdagangan, manufaktur, pasokan, dan kesehatan.
Besarnya kerugian ekonomi tergantung perkembangan wabah yang telah membunuh ribuan warga itu.
Upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19 sejak akhir Januari 2019 telah mengakibatkan penurunan PDB global senilai 156 miliar dolar AS atau 0,2 persen.
China sendiri sebagai negara yang pertama kali dilanda wabah itu telah mengakibatkan kehilangan PDB senilai 103 miliar dolar AS atau 0,8 persen.
Kemudian beberapa negara berkembang di Asia akan megalami penurunan PDB sekitar 22 miliar dolar AS atau sekitar 0,2 persen.
PDB secara global juga mengalami dampak yang sama. ADB memperkirakan PDB global akan kehilangan 77-347 miliar dolar AS atau 0,1-0,4 persen.
Terkait wabah tersebut, ADB telah menyalurkan bantuan senilai 2 juta dolar AS pada 7 Februari 2020 untuk meningkatkan deteksi, pencegahan, dan pengendalian COVID-19 di China dan sub-region Mekong Besar.
ADB juga memberikan bantuan senilai 2 juta dolar AS kepada semua anggotanya yang termasuk dalam kategori negara sedang berkembang.
ADB yang berkantor pusat di Filipina itu juga memberikan pinjaman senilai 18,6 juta dolar kepada distributor farmasi China Jointown Pharmaceutical Group Co Ltd untuk mendukung pasokan obat-obatan penting dan peralatan pelindung diri dalam menghadapi COVID-19.
Sejak didirikan pada tahun 1966, ADB memiliki 68 anggota, termasuk 49 di wilayah Asia dan Pasifik.