TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti daya saing ekspor Indonesia yang tidak banyak berubah sejak beberapa dekade lalu. Menurut dia, kinerja ekspor nonmigas Indonesia cenderung stagnan sejak ia masih bekerja sebagai peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia. Ia sempat mengepalai lembaga tersebut sejak tahun 1998 hingga 2001.
"Dari saya menjadi peneliti sampai menjadi menteri, ekspor kita tidak banyak berubah, daya saing kita tidak banyak berubah," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja Kementerian Perdagangan di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis, 5 Maret 2020.
Ekspor, tutur Sri Mulyani, memang menjadi salah satu permasalahan ekonomi Indonesia. Salah satu faktor yang saat ini menarik turun ekspor Tanah Air adalah turunnya harga komoditas, misalnya minyak sawit, batubara, hingga karet. Penurunan itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan, di samping juga ada faktor penurunan volume. "Kita mungkin kalah kompetisi dengan negara lain."
Tak meningkatnya daya saing Indonesia untuk memacu ekspor, menurut Sri Mulyani, adalah tanda bahwa pekerjaan rumah di sektor individu dengan adanya inovasi teknologi, efisiensi birokrasi, dan digitalisasi di berbagai sektor.
Saat ini, dengan derasnya tekanan kepada perekonomian, Sri Mulyani mengatakan hampir semua sektor ekonomi turun. Imbasnya, penerimaan pajak pun tertekan. "Kalau ekonomi lemah, penerimaan pajak lemah, kita lemah maka semua terperosok dalam pelemahan," kata dia. Dalam kondisi itu lah kebijakan fiskal berperan untuk membalikkan keadaan dan membalas pelemahan yang terjadi.
Cara membalikkan keadaan, kata dia, adalah melalui berbagai insentif yang memicu ekonomi kembali bertumbuh. Dengan rancangan kebijakan itu, ia pun berharap sektor perdagangan bisa memperbaiki daya saingnya dan berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi.
Saat ini, Sri Mulyani tengah mengkaji stimulus untuk memacu perekonomian yang belakangan terkena imbas dari penyebaran Virus Corona. Stimulus yang tengah dipertimbangkan oleh bekas Direktur Bank Dunia itu antara lain pelonggaran-pelonggaran pajak.
"Kami pertimbangkan semua, PPh (Pajak Penghasilan) 21, PPh 22, bahkan PPh 25 akan kami lihat semua, termasuk restitusi PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang dipercepat terutama untuk perusahaan bereputasi baik," kata dia.
Sri Mulyani berujar kementeriannya tengah menghitung secara keseluruhan sektor yang bisa terkena pelonggaran pajak ini dan imbasnya terhadap neraca perseroan di masing-masing bidang. Ia juga akan melihat langkah yang bisa dilakukan untuk membantu dari segi korporasi maupun masyarakat. "Sekarang sedang difinalkan."
Dalam kesempatan itu pun, Sri mulyani mengatakan 500 perusahaan pengimpor bereputasi baik mendapatkan relaksasi prosedur untuk melakukan impor. Sebabnya, saat ini ia melihat banyak perusahaan yang membutuhkan bahan baku namun mengalami kendala lantaran terkena dampak Virus Corona.
Namun demikian, Sri Mulyani enggan berbicara lebih rinci mengenai paket stimulus jilid dua mengantisipasi dampak virus Corona tersebut. Ia mengatakan pengumuman lebih rinci akan disampaikan setelah rancangan insentif itu disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.