TEMPO.CO, Jakarta - Ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) periode Februari dari Malaysia merosot ke level terendah sejak 2018. Anjloknya ekspor CPO ini karena penyebaran virus corona atau covid-19 telah memangkas permintaan Cina, importir CPO terbesar kedua di dunia.
Berdasarkan jajak pendapat analis yang dihimpun oleh Bloomberg, ekspor CPO Februari Malaysia diproyeksi anjlok hingga 9,1 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Artinya, ekspor CPO Malaysia hanya akan mencapai sekitar 1,1 juta ton, yang merupakan volume terendah sejak Agustus 2018.
Meskipun demikian, persediaan CPO Malaysia periode Februari diprediksi tetap berada pada level terendah dalam lebih dari dua setengah tahun terakhir, yaitu di level 1,76 juta ton. Ini sekaligus menjadi persediaan terendah sejak Juni 2017 dan 42 persen lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Dari data Bloomberg, pada perdagangan Kamis 5 Maret 2020 hingga pukul 11.04 WIB, harga CPO untuk kontrak teraktif di bursa Malaysia bergerak melemah tipis 0,08 persen menjadi 2.493 ringgit per ton. Sepanjang tahun berjalan 2020, harga CPO telah terkoreksi 18,45 persen.
Direktur Pelaksana Grup Perkebunan Sime Darby Malaysia, Mohamad Helmy Othman Basha, mengatakan penurunan permintan CPO oleh Cina memang cukup signifikan. “Permintaan minyak sawit dari Cina hampir 'mengering' karena wabah virus corona,” ujar Helmy seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis 5 Maret 2020.
Pusat Informasi Gandum dan Minyak Nasional Cina memproyeksi konsumsi minyak nabati di Negara Panda itu turun ke level terendah dalam lebih dari 20 tahun. Impor CPO juga diperkirakan menyusut 3,8 persen pada tahun ini hanya menjadi sekitar 6,55 juta ton.
Di sisi lain, produksi CPO Malaysia periode Februari diprediksi meningkat sebanyak 9,4 persen menjadi 1,28 juta ton. Selain itu, impor CPO Malaysia pada periode yang sama diprediksi berada di posisi 80.000 ton, tidak berubah dari jumlah impor periode sebelumnya. Adapun, perkiraan konsumsi CPO domestik Malaysia berkisar antara 240.000 ton hingga 300.000 ton.
BISNIS