TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto mengatakan, tingginya harga gula pasir di pasaran karena ikut terpengaruh oleh berkembangnya isu virus corona. Menurut dia, sejumlah pihak tak bertanggung jawab sengaja menahan pasokan lantaran khawatir tak memperoleh stok impor gula setelah virus itu meluas di beberapa negara.
"Kami pada bulan Januari mengumpulkan importir untuk mengeluarkan pasokan. Kami kerja sama dengan PKTN (Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga) mengecek gudang-gudang yang ada," ujar Suhanto di Hotel Borobudur, Rabu, 4 Maret 2020.
Pengecekan dilakukan lantaran menurut perhitungan Kemendag, stok gula di dalam negeri semestinya masih cukup untuk memenuhi cadangan konsumsi hingga Februari 2020. Selanjutnya, sebulan selang pengecekan pertama dilakukan, Kementerian Perdagangan kembali memantau gudang.
Kala itu, Suhanto mengatakan para importir masih was-was tak mendapatkan pasokan karena wabah virus corona kian meluas. Ditahannya suplai ke pasar ini menyebabkan harga gula di level pasar melonjak menjadi Rp 14.500 per kilogram. Harga itu jauh melebihi harga eceran tertinggi atau HET yang ditetapkan sebesar Rp 12.500.
Untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan harga gula dan kelangkaan pasokan berkepanjangan menjelang Ramadan dan Lebaran yang semakin dekat, Kementerian Perdagangan pun menerbitkan Surat Perizinan Impor atau SPI. Surat izin impor ini ditujukan untuk impor gula kristal mentah atau raw sugar sebesar 438 ribu ton.
Suhanto menjelaskan, SIP dikeluarkan karena produksi gula dalam negeri hingga akhir 2019 tak sebanding dengan kebutuhan konsumsi masyarakat hingga beberapa bulan ke depan. Produksi yang tak mencapai target itu didorong oleh el nino atau kemarau yang berkepanjangan. "Kami prediksi dengan setok saat ini, komoditas akan cukup sampai bulan Mei," ujarnya.
Saat ini, impor gula kristal mentah masih dalam proses. Kementerian Perdagangan memprediksi stok gula akan segera tiba dalam dua pekan ke depan.