Tempo.Co, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan dampak virus corona atau COVID-19 di Cina telah menurun. Namun virus itu justru baru muncul di negara lain.
"Italia, Korea, dan beberapa negara precaution, di Indonesia juga ada. Jadi ini belum berhenti dan masih belum berlanjut dan kuat kami pantau," kata Suahasil di Gedung Djuanda, Jakarta, Selasa, 3 Maret 2020.
Menurut dia, Kemenkeu memantau virus Corona sejak akhir Januari. Sedangkan sejak Februari, perhatian terhadap dampak itu dilakukan secara serius. "Terutama dampaknya pada perekonomian dan perhatiakan dampak ekonomi," ujar dia.
Saat pemantauan, kata dia, juga dilakukan penilaian dari berbagai lembaga seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan. Dia juga melihat penilaian yang dikeluarkan berbagai pihak atau lembaga dunia seperti dari OECD. Di mana terdapat kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi global turun.
Penurunan itu, kata dia, akan berdampak ke Indonesia sebab ekspor dan impor akan terganggu. "Impor kita banyak impor bahan baku. Kalau Cina stop produksi, kita juga akan kena," ujar Suahasil.
Selain itu, wisatawan Cina yang sebanyak 2 juta orang juga sudah berhenti. Karena itu, kata dia, masing-masing pihak yang memantau mengeluarkan kebijakan sesuai mandat. Dia berharap kebijakan yang dikeluarkan lembaga-lembaga atau Kementerian bisa saling melengkapi untuk mengantisipasi dampak itu.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan untuk memperkuat koordinasi dan berbagai langkah kebijakan yang telah diambil sebelumnya, BI mengambil beberapa langkah kebijakan lanjutan untuk menjaga stabilitas moneter dan pasar keuangan, termasuk memitigasi risiko merebaknya virus corona atau COVID-19. Langkah penguatan tersebut meliputi lima kebijakan.
Pertama adalah meningkatkan intensitas triple intervention agar nilai tukar Rupiah bergerak sesuai dengan fundamentalnya dan mengikuti mekanisme pasar. Untuk itu, Bank Indonesia akan mengoptimalkan strategi intervensi di pasar DNDF, pasar spot, dan pasar SBN guna meminimalkan risiko peningkatan volatilitas nilai tukar rupiah.
Kebijakan kedua, menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Valuta Asing Bank Umum Konvensional, dari semula 8 persen menjadi 4 persen, berlaku mulai 16 Maret 2020. Penurunan rasio GWM Valas tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar US$ 3,2 miliar dan sekaligus mengurangi tekanan di pasar valas.
Ketiga, menurunkan GWM Rupiah sebesar 50 basis poin yang ditujukan kepada bank-bank yang melakukan kegiatan pembiayaan ekspor-impor, yang dalam pelaksanaannya akan berkoordinasi dengan Pemerintah. Kebijakan ini diharapkan dapat mempermudah kegiatan ekspor-impor melalui biaya yang lebih murah. Kebijakan akan diimplementasikan mulai 1 April 2020 untuk berlaku selama 9 bulan dan sesudahnya dapat dievaluasi kembali.
Keempat, memperluas jenis underlying transaksi bagi investor asing sehingga dapat memberikan alternatif dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan rupiah. Kelima, menegaskan kembali bahwa investor global dapat menggunakan bank kustodi global dan domestik dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia.