TEMPO.CO, Jakarta - Jakarta - PT Pertamina (Persero) akan menyetop impor bahan bakar minyak atau BBM pada 2026. Sebagai persiapan, perusahaan minyak negara tersebut tengah mengebut pembangunan kilang proyek refinery development master plan atau RDMP dan kilang baru proyek grass roof refinery (GRR), seperti di Balikpapan, Balongan, serta Cilacap, berkapasitas 2 juta barel per hari.
Vice Presidnt Corporate Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, saat ini, kilang proyek RDMP dan GRR yang dimaksud baru berkapasitas produksi 1 juta barel per hari. Bila produksi kilang baru itu meningkat dua kali lipat, nantinya Pertamina dapat memenuhi kebutuhan BBM dari kilang sendiri tanpa impor.
"Pembangunan kilang Balikpapan sekarang yang progress-nya sudah lebih dari 13 persen tahun ini ditargetkan mencapai 40 persen. Sedangkan kilang Balongan dan Cilacap masing-masing 10 persen. Kita akan kebut," ujar Fajriyah dalam keterangannya, Jumat, 28 Februari 2020.
Menurut Fajriyah, sejumlah investor saat ini menyatakan ketertarikannya untuk menanamkan modal di proyek RDMP dan GRR. Di kilang Balikpapan, misalnya, ia mengklaim ada sekitar 40 perusahaan yang berniat akan bergabung. Namun, perseroan bakal melakukan seleksi.
Sebelumnya, Pertamina juga telah meneken kesepakatan dengan sejumlah mitra. Di antaranya ADNOC, Mubadala, Roseft, dan K-Sure. Pertamina pun disebut-sebut masih melanjutkan negosiasi dengan Saudi Aramco untuk pengerjaan proyek kilang Balikpapan.
Fajriyah mengimbuhkan, proyek RDMP dan GRR menjadi menarik karena nantinya akan diintegrasikan dengan pembangunan industri petrokimia. Adapun potensi bisnis dari industri tersebut dihitung bisa mencapai Rp 50 triliun per tahun. Dengan begitu, Pertamina ke depan akan menjadi pemain utama bisnis petrokimia di kawasan Asia-Pasifik.
Hingga 2020, Pertamina tercatat masih mengimpor BBM untuk memenuhi konsumsi minyak masyarakat. Sebab, saat ini, produksi minyak Pertamina hanya berkisar 700-800 ribu barel per hari. Sedangkan konsumsi per hari mencapai 1,5 juta barel.