TEMPO.CO, Jakarta - Microsoft berminat untuk menanamkan investasi di Indonesia. Menurut Presiden Joko Widodo atau Jokowi, CEO Microsoft Satya Nadella menyampaikan keinginan Microsoft mengucurkan investasi untuk fasilitas pusat data atau data center di Indonesia.
Presiden Jokowi di Jakarta, Kamis, 27 Februari 2020, mengatakan pemerintah akan menindaklanjuti keinginan investasi dari Microsoft dengan membuat regulasi sederhana. Regulasi tersebut akan diselesaikan dalam satu pekan ke depan.
Regulasi itu juga dibuat karena Rancangan Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi masih digodok pemerintah bersama parlemen.
"Mereka ingin investasi di data center. Tetapi kita masih mengajukan UU Perlindungan Data Pribadi ke DPR. Tetapi Microsoft ingin segera investasi sehingga dalam seminggu ini akan kita putuskan untuk membuat sebuah regulasi sederhana yang mendukung," kata Jokowi.
Nadella bertemu dengan Presiden Jokowi di sela acara Digital Economy Summit 2020, di Jakarta, Kamis. Jokowi mengatakan ingin membuat iklim yang baik bagi investasi di ekonomi digital. Maka dari itu, pemerintah bertindak cepat untuk memuluskan investasi dari perusahaan penyedia jasa dan produk teknologi informatika itu.
Selain itu, pangsa dan potensi ekonomi digital Indonesia sangat menjanjikan dan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.
Pada 2015, nilai ekonomi digital Indonesia tercatat sebesar US$ 8 miliar. Sementara pada 2019 nilainya naik menjadi US$ 40 miliar.
"Diprediksi pada 2025 kita akan memiliki US$ 133 miliar, silakan kalikan sendiri berapa triliun rupiah. Ekosistem startup (perusahaan rintisan) kita teraktif di Asia Tenggara, dengan penduduk besar sekali. Sebuah pasar yang sangat besar," kata Jokowi.
Indonesia juga memiliki tingkat penetrasi masyarakat ke penggunaan internet yang tinggi yakni mencapai 65 persen pada 2019. Total, ada 171 juta pengguna internet di Indonesia.
Sembari menyusun regulasi pengantar untuk investasi Microsoft, pemerintah juga terus mengejar pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi dengan DPR.
RUU PDP itu akan mengatur 12 hal, yaitu jenis data pribadi, hak pemilik data pribadi, dan pemrosesan data pribadi. Serta kewajiban pengendali data pribadi dan prosesor data pribadi dalam pemrosesan data pribadi dan transfer data pribadi.
Sisanya, yakni sanksi administratif, larangan dalam penggunaan data pribadi, pembentukan pedoman perilaku pengendali data pribadi, dan penyelesaian sengketa dan hukum acara. Selain itu, ada kerja sama internasional, peran pemerintah dan masyarakat, dan ketentuan pidana.