TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai penerapan kebijakan pemblokiran IMEI ponsel ilegal/black market pada 18 April 2020 harus memprioritaskan aspek perlindungan pada konsumen, bukan semata masalah kerugian negara yang ditimbulkan dari peredaran gawai tak resmi tersebut.
"Sebab aspek perlindungan konsumen pengguna telepon seluler jauh lebih penting dari pada kerugian negara," kata dia melalui pernyataan tertulis, Kamis 26 Februari 2020.
Adapun aturan pemblokiran telepon seluler ilegal itu dibentuk berdasarkan kolaborasi ketiga kementerian yakni Kementerian Kominfo, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan.
Oleh karena itu, sebelum dilakukan penerapan aturan tersebut pada 18 April 2020, Tulus mendorong pemerintah via tiga kementerian tersebut, melakukan sosialisasi secara masif ke masyarakat terkait kebijakan pemblokiran IMEI.
"Pemerintah harus bisa menjelaskan pada masyarakat sebagai konsumen ponsel, apa benefitnya pemblokiran IMEI bagi konsumen, dan apa kerugiannya bagi konsumen jika IMEI ponsel BM/ilegal tidak diblokir. Jangan sampai aksi pemblokiran IMEI hanya karena pemerintah mengejar potensi pendapatan yang hilang, tapi kemudian mengabaikan aspek perlindungan konsumen," ucapnya.
Apalagi saat ini tingkat literasi konsumen terhadap istilah ponsel BM (black market), adalah rendah, sehingga sosialisasi aturan ponsel ilegal itu dibutuhkan.
Karena kata Tulus, saat ini banyak ponsel BM dan ilegal yang dijual secara resmi, di tempat legal pula, seperti di mal mal.
Apalagi menurutnya, ponsel BM juga masih memberikan jaminan, walau hanya jaminan toko saja.
"Tetapi bagi konsumen awam hal ini tidak cukup memberikan informasi bahwa ponsel tersebut adalah BM/ilegal," ujarnya.
Kemudian dari aspek perlindungan kosumen, Tulus meminta kepada pemerintah agar melakukan upaya penegakan hukum dari sisi hulu, khususnya praktik impor ilegal yang masuk secara gelap ke pasaran Indonesia.
Sebab maraknya distribusi telepon seluler black market tersebut, kata Tulus, menunjukkan kegagalan pemerintah dalam upaya penegakan hukum, dan pencegahan agar ponsel BM tidak bisa masuk ke pasar Indonesia.
Terakhir, Tulus menghimbau kepada konsumen saat membeli ponsel baru, pastikan bahwa ponsel tersebut adalah legal.
Ia mengungkapkan, ciri utama ponsel legal, adalah pada aspek jaminan yang diberikan. Jika jaminan yang diberikan hanya jaminan toko, maka bisa dipastikan bahwa ponsel tersebut adalah ponsel ilegal/BM. "Sebab secara regulasi (Permendag) jaminan harus dari produsen secara langsung, bukan hanya jaminan toko saja," tutur Tulus.
EKO WAHYUDI