TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK mengirimkan hasil audit kinerja atas pelaksanaan regulasi dan tugas Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia alias TVRI periode 2017-2019 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Laporan tersebut diserahkan oleh anggota BPK, Achsanul Qosasi, kepada Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, hari ini, Rabu, 26 Februari 2020.
Dari hasil pemeriksaan ini, BPK menemukan sejumlah masalah menojol, utamanya yang melibatkan Dewan Pengawas TVRI. "Temuan pertama adalah ketidakharmonisan di dalam peraturan undang-undang dan peraturan pemerintah yang ada. Dewan Pengawas membuat aturan yang tidak sesuai dengan undang-undang," ujar Achsanul di kompleks DPR Senayan, Jakarta Pusat.
Peraturan yang dimaksud adalah beleid Keputusan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2018. Menurut Achsanul, BPK memandang isi aturan itu tidak sesuai dengan hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang LPP TVRI. Sebab, Dewas menjejalkan aturan tambahan seperti mengangkat tenaga ahli dan membentuk komite untuk melaksanakan tugas dan fungsi.
Hal yang tidak selaras lainnya adalah wewenang Dewan Pengawas untuk mengajukan pertanyaan, mengakses informasi dan data, memantau tempat kerja, dan sarana-prasarana. BPK menilai poin ini akan menimbulkan tumpang-tindih dengan tugas Satuan Pengawasan Intern.
Berikutnya, BPK juga menyoroti wewenang Dewan Pengawas dalam pembentukan Pasal 46 LPP TVRI Nomor 2 Tahun 2018. Pasal itu mengatur anggota dewan direksi dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya apabila tidak memenuhi kontrak manajemen. Padahal, menurut BPK, dalam PP Nomor 13 Tahun 2005 disebutkan bahwa pemberhentian dilakukan seumpama direksi tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan, merugikan lembaga, dipidana dengan keputusan hukum tetap, dan tidak memenuhi syarat sebagai dewan direksi.
Tak hanya itu, BPK juga menemukan adanya peraturan dalam LPP TVRI yang tidak memadai dan tidak selaras dengan PP 13 Tahun 2005. Misalnya terkait wewenang pengangkatan dan pemberhentian direksi. Berdasarkan pemeriksaan, penilaian kinerja kepada direksi cenderung subjektif.
"Atas indikator pencapaian kinerjanya yang 100 persen, Dewas menilai bervariasi tanpa rumusan yang jelas," katanya. Dewan Pengawas pun disebut menambahkan indikator penilaian yang tidak tercantum dalam kontrak manajemen.