TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan perkembangan inovasi dan daya saing teknologi Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain. Ia berharap dengan makin besarnya peran dunia industri, pemerintah dan akademisi, maka daya saing teknologi bisa ditingkatkan.
Ma'ruf menjelaskan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selama ini sudah begitu besar dan memunculkan sejumlah inovasi baru. Inovasi tersebut seharusnya mampu menciptakan efisiensi dan efektifitas, juga memberi nilai tambah produk.
"Namun karena kurangnya penguasaan Iptek dalam berinovasi, maka nilai tambah yang dihasilkan masih kalah dengan negara-negara maju,” ujar Ma'ruf Amin saat membuka Rapat Kerja di Gedung BPPT, Senin, 24 Februari 2020.
Menurut Global lnnovation Index (GII) 2018, alokasi anggaran Indonesia terhadap penelitian dan pengembangan teknologi mencapai Rp 27 triliun. Angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan Filipina sekitar Rp 12 triliun dan Vietnam Rp 24 triliun.
Sebesar 80 persen dari anggaran tersebut masih bersumber dari pemerintah. Sedangkan 20 persen lainnya dikeluarkan pihak swasta. Kondisi ini berbeda dengan negara di ASEAN, di mana pengembangan teknologi didominasi oleh industri.
Sementara itu, jumlah peneliti Tanah Air masih kalah dibandingkan dengan sejumlah negara Asean. Saat ini, Indonesia hanya memiliki 89 peneliti per juta penduduk. Sedangkan Vietnam memiliki 673 peneliti per juta penduduk.
Adapun dalam laporan GII pada 2019, Indonesia berada peringkat ke-85 dari 129 negara di dunia atau menempati posisi kedua terendah di di ASEAB. “Indikator terburuk adalah lemahnya institusi,” ujar Ma'ruf.
Meski begitu, pemerintah terus mendorong dan mulai menempatkan iptek sebagai landasan dalam Perencanaan Pembangunan Nasional. Hal ini telah diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan, Visi Misi Presiden 2020-2024.
BISNIS