TEMPO.CO, Jakarta- Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai kenaikan harga emas saat ini disebabkan oleh perekonomian global yang tidak menentu akibat wabah virus corona (Covid-19) di Cina serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Ia menduga, harga logam mulia tersebut pada tahun 2020 akan terus meningkat hingga menyentuh level Rp 1 juta per gram.
"Nah pelemahan mata uang rupiah akan kembali ke Rp 14 ribu dan ini akan diuntungkan untuk orang melakukan invetasi emas, karena logam mulia bisa kembali naik dan bisa saja logam mulia bisa kembali ke 1 juta per-gramnya," kata dia ketika dihubungi Tempo, Ahad 23 Februari 2020.
Adapun harga emas batangan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau emas Antam pada Ahad 23 Februari 2020 berada pada level Rp 804 ribu per gram.
Ibrahim mengatakan, aksi Bank Indonesia (BI) pada beberapa hari lalu yang menurunkan tingkat suku bunga acuannya menjadi 4,75 persen ini belum sanggup untuk membuat rupiah menjadi perkasa. Oleh karena itu, melemahnya rupiah bisa membuat harga emas semakin tinggi.
"Nah ini wajar harga emas cenderung mengalami penguatan," ucapnya.
Faktor lain menguatnya harga emas karena mewabahnya virus corona dibeberapa negara selain Cina, seperti Korea Selatan, Jepang, dan Filipina.
"Nah tingkat Asia ini sudah sangat luar biasa, bahkan sampai saat ini WHO berfokus kepada apa yang terjadi di Korea Selatan yang sudah mengakibatkan begitu banyak merasakan dampaknya, di sisi lain pun negara-negara di luar Tiongkok telah terimbas terkena virus (Corona)," katanya.
Ibrahim menduga bahwa wabah virus corona akan berlangsung selama satu semester pada 2020. "Kemungkinan besar pada Q1 dan Q2 pertumbuhan ekonomi global tidak sesuai dengan ekspektasi bank dunia maupun IMF," ujarnya.
Padahal kata Ibrahim, masalah perekonomian global sebelumnya sudah mulai reda, yakni perang dagang Amerika Serikat dan Cina yang telah teken perjanjian fase pertama.
"Tapi kenyataannya setelah virus corona menyebar ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi global terus mengalami perlambatan, sehingga ada dugaan virus corona lebih jahat dibandingkan perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok," tuturnya.
Oleh karena itu ia berharap kepada Bank Sentral negara-negara maju bisa menggelontorkan stimulus guna memukul kembali dampak virus corona bagi perekonomian.