TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan hak cuti saat haid bagi pekerja terancam hilang dengan adanya Rancangan Undang-Undang arau RUU Cipta Kerja. Sebab, hak cuti ini dihapus dalam RUU Omnibus Law tersebut.
“Oleh karena itu, kami meminta Pemerintah dan DPR RI tidak mengesahkan beleid yang berpotensi mendegradasi kesejahteraan kaum buruh ini,” kata Iqbal dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu, 23 Februari 2020.
Sebelumnya, pemerintah telah menyerahkan draf RUU Cipta Kerja ini ke DPR pada 12 Februari 2020. Tak lama setelah itu, sejumlah organisasi profesi pun menolak sejumlah pasal yang ada di dalamnya. Mulai dari serikat buruh hingga aliansi jurnalis.
Adapun hak cuti saat haid, hanyalah satu dari sekian hak cuti yang terancam hilang menurut KSPI. Ada beberapa hak lain yang berpotensi hilang seperti hak cuti bagi pekerja yang menikah, menikahkan anak, membaptis anak, istri melahirkan, hingga pekerja yang menjalankan kewajiban ibadah seperti haji.
Menurut Iqbal, RUU Cipta Kerja hanya memberi cuti untuk empat alasan. Contohnya seperti pekerja yang tidak masuk karena tidak berhalangan kerja atau karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya dan telah mendapatkan persetujuan pengusaha.
Dari empat alasan yang ada, tidak tertulis secara langsung pekerja yang mengalami haid. Sementara di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, cuti bagi pekerja yang haid ditulis secara langsung.
Tiga hari sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah membantah hak cuti saat haid akan dihapus. Sebab, ketentuan itu masih ada tercantum di UU Ketenagakerjaan.
"Itu tidak dihapus. Cuti hamil, cuti haid, cuti menikahkan dan cuti menikah itu ada di ketentuan UU 13 Tahun 2003," kata Ida di Jakarta, Kamis, 20 Februari 2020. Apabila masih eksis dan tidak diatur dalam Omnibus Law, kata Ida, berarti aturan itu tetap berlaku.
FAJAR PEBRIANTO