TEMPO.CO, Jakarta - Institute of Development for Economics and Finance (INDEF) meragukan pelonggaran moneter yang dilakukan Bank Indonesia akan juga diterapkan oleh kalangan perbankan.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan penurunan suku bunga acuan perlu dibarengi dengan pelonggaran giro wajib minumum (GWM). Dia menyebut,situasi perbankan kurang menggembirakan.
Tauhid berharap, penurunan suku bunga acuan BI akan mendorong penurunan suku bunga perbankan menjadi kisaran 10 persen s.d 11 persen. "Bank Indonesia harus bisa melonggarkan giro wajib minimum [GWM] untuk mendorong bank, tidak bisa hanya suku bunga," katanya ketika dihubungi Bisnis, Jumat 21 Februari 2020.
Data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, per November 2019, rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio mencapai 93,96 persen. Dalam periode November 2018-November 2019, suku bunga konsumsi, modal kerja, dan investasi, turun masing-masing 31 bps, 27 bps, dan 49 bps.
Di sisi lain, rencana pemerintah menggenjot belanja di kuartal I/2020 tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selain penerimaan negara belum maksimal, pemerintah secara siklus baru mencairkan belanja gaji pegawai dan barang modal pada awal tahun.
Anggaran yang cukup besar, lanjut Tauhid, dialokasikan program-program strategis seperti infrastruktur. Dia menyebut, pada awal tahun pemerintah hanya bisa mencairkan gaji pegawai, modal, dan bansos.
"Mengacu pada tahun lalu, serapan bansos sebesar Rp100 triliun ternyata tidak mendorong konsumsi domestik. Sumber ekonomi mereka bukan dari bansos," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI kemarin memutuskan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen. Penurunan suku bunga acuan merupakan respon bank sentral terhadap situasi ekonomi yang dilanda ketidakpastian, sebagai dampak dari wabah virus corona (covid-19).