TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi akan mengusulkan penurunan harga avtur untuk mendukung pemberian insentif kepada industri penerbangan. Menurut Budi Karya, relaksasi ongkos bahan bakar pesawat ini akan melorotkan harga tiket sekitar 15-20 persen.
"Jika pemberian insentif didukung dengan penurunan harga avtur, diskon yang akan diberikan maskapai lebih maksimal," ujar Budi Karya di kantornya, Jumat, 21 Februari 2020.
Budi Karya memastikan akan mengusulkan penurunan harga avtur kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam waktu dekat. Bila disetujui, kedua kementerian itu nantinya bakal mendorong PT Pertamina (Persero) melakukan rebalancing atau restrukturisasi tarif avtur.
Porsi biaya avtur selama ini mendominasi harga pokok produksi atau HPP penerbangan. Berdasarkan wawancara Tempo dengan pelbagai pelaku industri pesawat, biaya avtur menelan sekitar 40 persen dari total ongkos produksi.
Sebelumnya, pemerintah memang tengah menggodok pemberian insentif kepada industri penerbangan untuk menggairahkan sektor pariwisata dalam negeri. Upaya ini dilakukan setelah kunjungan wisatawan asing di beberapa destinasi wisata, seperti Bali, Manado, dan Bintan, anjlok imbas pajanan virus corona.
Budi Karya memungkinkan insentif tersebut akan diberikan dalam bentuk yang bervariasi. Selain penurunan harga avtur, pemerintah menimbang bakal memberikan kemudahan bea pendapatan begara bukan pajak atau PNBP, relaksasi pajak pertambahan nilai atau PPn, dan biaya kebandaraan.
Adapun untuk besarannya, Budi Karya memastikan pihaknya sudah melakukan finalisasi bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani. Namun, saat ini, kementerian masih menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Senin sore kami akan lapor ke Presiden, setelah itu akan diputuskan," tuturnya.
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio menuturkan sudah bertemu dengan 33 perusahaan maskapai terkait upaya pemberian insentif untuk mendukung sektor pariwisata. Menurut dia, mayoritas maskapai setuju dengan adanya kebijakan insentif tersebut.
"Bahkan, beberapa perusahaan penerbangan berencana menambah rute baru," katanya beberapa waktu lalu.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra berharap insentif ini akan diberikan untuk pembukaan rute-rute anyar. "Kami sarankan diberikan ke new inbound," tuturnya.
Sementara itu, Bos Lion Air Group, Rusdi Kirana, memandang pemberian insentif yang bersifat sementara waktu tersebut tidak terlampau penting. Menurut dia, alih-alih memberikan insentif ke maskapai, pemerintah diminta berfokus mengkaji kebijakan penerbangan yang sifatnya lebih berkelanjutan.
"Terima kasih, tapi enggak penting. Yang penting adalah rencana ke depan," ujar Rudi pada 17 Februari 2020 lalu.
Meski mengaku senang seumpama perusahaannya memperoleh insentif, Rusdi menyarankan pemerintah membuat bauran kebijakan jangka panjang seperti pengurangan biaya bandara. Mantan Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa itu juga memandang perlunya Kementerian Keuangan merelaksasi pajak pertambahan nilai atau PPN dari 10 persen menjadi 5 persen.
Selanjutnya, Rusdi meminta pemerintah mendorong PT Pertamina (Persero) untuk menetapkan kebijakan biaya bahan bakar pesawat atau avtur satu harga. Menurut dia, saat ini terjadi disparitas harga avtur di Indonesia bagian timur dan barat.
"Di Jawa, avtur Rp 9.000, sedangkan di Indonesia timur katakanlah Rp 12 ribu. Itu bikin biaya membengkak," tutur Rusdi.
Dengan kebijakan-kebijakan jangka panjang ini, Rusdi yakin iklim bisnis maskapai penerbangan dalam negeri lebih sehat. Maskapai, tutur dia, juga akan menyediakan harga tiket perjalanan yang lebih kompetitif.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA