TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia Adhi Lukman mengatakan rencana kebijakan pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan tidak tepat.
"Kami pernah lakukan kajian bahwa pengenaan cukai akan menaikkan harga dan akhirnya menurunkan daya beli masyarakat," ujar Adhi kepada Tempo, Kamis, 20 Februari 2020. Kendati, ia belum memperinci berapa besar kenaikan harga yang bisa terjadi akibat pengenaan tarif itu.
Ia juga mempertanyakan dasar pemerintah mengenakan cukai pada produk minuman kemasan itu. "Pada dasarnya belum ada data yang menunjukkan pengenaan cukai bisa menurunkan penyakit tidak menular dan obesitas," ujar Adhi.
Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan alias Asrim, Triyono Prijosoesilo meyakini harga produk di tingkat konsumen juga bakal ikut naik kalau kebijakan cukai itu diterapkan. Sehingga, diperkirakan akan menekan turun angka penjualan produk.
Karena itu, ia mengatakan kebijakan itu bakal semakin menghantam industri minuman siap saji yang belakangan sudah loyo. "Penerapan cukai minuman berpemanis hanya akan menjadi pukulan telak bagi industri dan akan berdampak negatif pada pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja," ujar Triyono.
Industri minuman ringan, menurut dia, saat ini belum pulih betul dari kondisi perlambatan pertumbuhan. Saat ini, saja pertumbuhannya tergolong rendah ketimbang pada masa kejayaannya, sekitar lima tahun lalu, yang bisa tumbuh lebih dari sepuluh persen.
Dilansir dari Bisnis, Pada Semester I 2019, Asrim mengatakan pertumbuhan produksi minuman ringan nasional hanya sekitar 2 persen. Angka itu sudah cukup membaik ketimbang periode yang sama tahun 2018, ketika pertumbuhan produksinya minus.
Triyono juga menyebut bahwa alasan pengenaan cukai tersebut, yang adalah untuk mengurangi prevalensi diabetes, tak begitu tepat. Sebab, menurut studi yang ia miliki, minuman siap saji hanya berkontribusi kurang dari tujuh persen dari total konsumsi kalori konsumen Indonesia, sehingga bukan merupakan kontributor utama.
Usulan pengenaan cukai terhadap minuman kemasan berpemanis kembali bergema dalam rapat antara pemerintah dan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajukan tarif cukai Rp 1.500 - Rp 2.500 per liter untuk minuman teh kemasan hingga minuman bersoda. Ide itu diajukan berbarengan dengan gagasan pengenaan cukai untuk kresek dan produk plastik, serta emisi karbon.
Besar tarif itu akan didasari oleh kandungan gula dalam minuman kemasan tersebut. Semakin tinggi kandungan pemanis dalam minuman, makan tarif yang dikenakan bakal semakin tinggi. "Kami usulkan minuman yang siap dikonsumsi. Termasuk konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran dan konsumsinya masih perlu pengenceran," ujar bekas Direktur Bank Dunia itu dalam rapat bersama anggota dewan di Kompleks Parlemen, Rabu, 19 Februari 2020.
Nantinya, besaran tarif cukai yang dipatok terbagi beberapa kelompok, antara lain minuman teh dalam kemasan sebesar Rp 1.500 per liter, minuman bersoda, serta minuman energi dan kopi dalam kemasan sebesar Rp 2.500 per liter.