TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat menetapkan plastik kresek, kemasan plastik pada minuman, dan emisi kendaraan bermotor sebagai obyek kena cukai yang baru dalam waktu dekat. Hal ini pun menimbulkan reaksi pro dan kontra di masyarakat, termasuk di dunia maya.
Netizen mengungkapkan sikapnya terhadap kebijakan tersebut pada media sosial Twitter dengan menggaungkan tagar #RezimGilaCukai. Salah satunya netizen @Riz_Ayu yang menilai pemberlakuan cukai tersebut akan memberikan efek berantai dan akhirnya mengakibatkan kemiskinan.
"Ayoo bu, Cukaikan semua..
Logikanya kalau semua yg receh dicukai, harga naik, masyarakat ogah beli, perusahaan bangkrut, karyawan dipecat, tingkat pengangguran bertambah, otomatis angka kemiskinan naik, akhirnya pasti ada yang kaget lagi #RezimGilaCukai," ungkapnya melalui akun media sosial Twitter, Kamis 20 Februari 2020.
Respons senada dicuitkan oleh akun bernama @shakeer02. Ia menulis, pemberlakuan cukai pada kemasan minuman akan memberikan dampak positif bagi kesehatan.
"Mencegah penyakit diabetes yang mematikan dengan cara menerapkan bea cukai. wow, keren banget tuh," tulisnya di media sosial Twitter, Kamis 20 Februari 2020.
Selanjutnya, netizen dengan akun @D_m3chy mengungkapkan, pemberlakuan cukai pada obyek yang baru ini adalah cara baru Pemerintah untuk memeras rakyat Indonesia.
"Alasan yg sangat naif kalo penarikan cukai plastik untuk pengelolaan sampah dari hasil plastik, tapi apa ada yg percaya? Cara-cara ngeles baru untuk memalak rakyat," ungkapnya di media sosial Twitter, Kamis 19 Februari 2020.
Sebelumnya, Komisi Keuangan DPR menyepakati usulan tarif cukai kantong plastik atau kresek sebesar Rp 30 ribu per kilogram atau Rp 200 per lembar. Tak hanya menyetujui cukai kantong plastik, DPR juga meminta cukai diterapkan untuk semua produk plastik, seperti botol dan bungkus kemasan plastik.
Keputusan ini diambil dalam rapat bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 19 Februari 2020. "Apakah disetujui?" kata Ketua Komisi Keuangan DPR yang juga pimpinan rapat, Dito Ganinduto. "Setuju," jawab peserta rapat.
EKO WAHYUDI l FAJAR EBRIANTO