TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah Redjalam menilai langkah pemerintah yang bakal mengenakan cukai pada minuman ringan tidak tepat waktu. Sebab, ia memperkirakan kebijakan itu bisa berdampak negatif kepada inflasi dan menggerus daya beli. "Ujungnya, konsumsi dan pertumbuhan ekonomi akan tertekan," katanya, Kamis, 20 Februari 2020.
Karena itu, Piter mengingatkan pemerintah untuk melihat kembali usulan pengenaan tarif cukai tersebut. Mengingat berbagai dampak kebijakan tersebut kepada perekonomian Indonesia, baik kepada industri, maupun kepada masyarakat. "Kalau dikenakan, dampaknya ke inflasi bisa lebih besar dari dampak cukai rokok."
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi mengusulkan tiga tarif cukai baru ke DPR, yaitu cukai kantong plastik, cukai minuman bergula, dan cukai emisi kendaraan. Dengan usulan ini, Sri Mulyani mengincar penerimaan negara hingga triliunan rupiah, sembari mengendalikan konsumsi ketiganya di masyarakat.
Pertama cukai kantong plastik. Saat ini, konsumsi kantong plastik atau kresek Indonesia mencapai 107 juta kilogram (kg). Dengan usulan tarif cukai Rp 30 ribu per kg, maka konsumsi kantong plastik ditargetkan turun jadi 53 ribu kg.
“Potensi penerimaannya Rp 1,6 triliun,” kata Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi Keuangan DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 19 Februari 2020.
Usulan cukai plastik ini sebenarnya telah disampaikan Sri Mulyani sejak tahun lalu. Tujuannya untuk mengendalikan konsumsi kantong plastik yang menyumbang pencemaran lingkungan. Tapi sampai kini, usulan ini belum disetujui DPR.
Selanjutnya yaitu cukai minuman bergula. Sri Mulyani mengusulkan tarif cukai Rp 1.500 - Rp 2.500 per liter untuk minuman teh kemasan hingga minuman bersoda. Tujuannya untuk mengendalikan konsumsi gula di tengah tingginya angka diabetes di Indonesia.
Saat ini, minuman jenis teh kemasan hingga minuman soda ini diproduksi dengan jumlah 747 juta liter hingga 2.191 juta liter. Dengan jumlah produksi ini, maka potensi penerimaan negaranya mencapai Rp 6,25 triliun.
FAJAR PEBRIANTO