Tempo.Co, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo akan merampungkan revisi Keputusan Menteri Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia. Ketua Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik KKP (KP2 KKP) Effendi Gazali mengatakan finalisasi revisi beleid tersebut akan kelar pada akhir pekan ini.
"Revisi Kepmen 56 Tahun 2016 pada Sabtu dan Minggu ini akan difinalkan," ujar Effendi di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Rabu, 19 Februari 2020.
Effendi mengatakan, dalam proses revisi aturan itu, Kementerian telah mengajak stakeholder dan kelompok terdampak seperti nelayan untuk berdiskusi. Ia menyebutkan masukan-masukan dari masyarakat dan mitra menjadi pertimbangan dalam revisi tersebut.
Adapun dalam revisi itu, KKP berencana mengubah beberapa aturan, termasuk terkait penangkapan dan ekspor benih lobster. Effendi belum menjelaskan secara detail perihal poin-poin yang akan direvisi dan kebijakan baru yang akan diambil oleh KKP.
Rencana revisi peraturan itu disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo itu pada Desember lalu. Ia berencana melonggarkan kembali keran ekspor benih lobster dengan kuota. Kebijakan yang diambil Menteri Kelautan dan Perikanan di Kabinet Indonesia Maju itu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah budidaya lobster di level petambak.
"Kenapa enggak ambil langkah izinkan budidaya, kita berikan (izin) ekspor (benih lobster) dengan kuota," kata Edhy kala itu. Ide ini berangkat dari temuan KKP terhadap benih-benih lobster yang menyebar di tangan para pedagang di Vietnam. Edhy mengatakan sekitar 80 persen benih lobster yang diterima importir negara itu berasal dari Indonesia.
Menurut Edhy, pengiriman lobster ini ditengarai tidak langsung diterbangkan dari Indonesia ke Vietnam, melainkan melalui Singapura. Sampai di Vietnam, benih lobster dilepas dengan harga Rp 139 ribu per ekor.
Padahal, ujar Edhy, harga benih lobster yang dijual di level petambak dalam negeri hanya Rp 5.000. Ia memandang, petambak akan menikmati nilai lebih seumpama benih lobster dijual setara harga yang disepakati importir Vietnam.
Menteri KKP terdahulu, Susi Pudjiastuti, melarang perdagangan lobster di bawah ukuran 200 gram atau yang berupa benih. Susi juga meminta lobster bertelur tidak dijual-belikan keluar Indonesia.
Ketua Pelaksana Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Iindonesia Dani Setiawan meminta pemerintah tidak buru-buru membuka ekspr benih lobster. Menurut dia, wacana itu harus didasari kepentingan kelompok nelayan kecil atau nelayan tradisional.
"Jangan hanya berorientasi ke devisa. Kalau hanya menguntungkan kelompok tertentu, saya kira sama saja," ujar Dani di kantornya, Senin, 17 Februari lalu.
Dani menyatakan, selama ini, nelayan kecil sudah menelan pil pahit akan adanya Permen 56 Tahun 2016, utamanya nelayan-nelayan di Pulau Lombok--pusat budidaya lobster terbesar di Indonesia. Sebab, dengan terbitnya aturan itu pada era lampau, nelayan tidak dapat lagi menangkap lobster, kepiting, dan rajungan untuk kepentingan budidaya.
Dalam revisi peraturan itu, Dani meminta pemerintah memberikan keleluasaan kepada nelayan tradisional untuk mengambil benih lobster agar budidaya lobster dalam negeri berkembang. Selain itu, ia memandang pemerintah perlu memberikan insentif kepada nelayan kecil seumpama kebijakan ekspor dieksekusi.