TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia atau ADPI Suheri menilai Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau RUU Cipta Kerja berpotensi menghambat industri dana pensiun.
Menurut Suheri, pengaruh RUU Cipta Kerja terhadap industri dana pensiun muncul jika Pasal 167 dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dihapus. Pasal tersebut menjadi salah satu dari 28 pasal dalam UU 13 Tahun 2003 yang kabarnya akan dihapus.
"Selama ini dana pensiun bisa menjadi cadangan pesangon. Jika pasal 167 dihapus, maka dana pensiun tidak bisa digunakan sebagai cadangan pesangon," ujar Suheri kepada Bisnis, Selasa, 16 Februari 2020.
Salah satu ayat di Pasal 167 berbunyi, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)."
Menurut Suheri, penghapusan pasal tersebut berpotensi menurunkan minat perusahaan selaku pemberi kerja untuk memberikan manfaat dana pensiun kepada pekerjanya. Hal tersebut dinilai berpotensi menghambat pertumbuhan industri dana pensiun.
"Artinya mungkin perusahaan tidak tertarik punya dana pensiun karena dana pensiun itu sukarela," ujar dia.
Adapun, Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Syarif Yunus menilai industri DPLK akan menghadapi dua tantangan besar jika RUU Cipta Kerja berlaku. Tantangan itu adalah soal kejelasan aturan turunan terkait ketenagakerjaan dan kompensasi program DPLK dengan semua program pengakhiran masa kerja.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memastikan pemerintah dan DPR masih membuka ruang dialog seluas-luasnya untuk membahas pasal-pasal ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.
BISNIS | ANTARA