Tempo.Co, Jakarta - Anggota Komite Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas atau BPH Migas, Jugi Prajogio mengatakan lembaganya siap menghapuskan tarif iuran gas pipa kepada badan usaha apabila diperlukan guna menekan harga gas di hilir.
"Bagi kami tidak masalah, karena tidak akan menjadi masalah di operasional BPH Migas, tapi itu kan dasarnya bukan Peraturan BPH Migas, melainkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2019, sekarang Kementerian Keuangan apakah oke ini dihilangkan?" kata Jugi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2020.
Jugi mengatakan lembaganya mendapat dana sekitar Rp 1,3 triliun dan hanya dipergunakan sekitar Rp 200 miliar, sehingga tersisa Rp 1,1 triliun. Namun, dengan dasar pemungutan adalah PP Nomor 48 Tahun 2019, ia merasa beleid itu akan sulit diganti dengan cepat.
Di samping itu, Jugi merasa kontribusi komponen iuran gas pipa itu tidak begitu besar terhadap pembentukan harga gas di hilir. "Jadi kalau PGN meminta penghapusan iuran gas, enggak ada masalah bagi BPH Migas, asalkan peraturan pemerintah yang terbaru ini diganti saja."
Berpacu dengan target waktu, Jugi pesimistis harga gas bisa ditetapkan pada Maret 2020. Sebab, ia melihat masih ada lubang dalam penetapan salah satu komponen biaya pembentuk harga.
"Saya secara pribadi agak kurang yakin kalau ditetapkan di akhir maret harus selesai, sementara ada satu loophole yang belum selesai, yaitu bagaimana menetapkan biaya distribusi dan margin di pipa distribusi yang merupakan pekerjaan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, ini supaya jelas," ujar Jugi.
Ia memperkirakan penetapan biaya distribusi itu akan memakan waktu lama. Mengingat, data-data yang diperlukan dalam penetapan itu pun belum lengkap. Apalagi, saat sudah di pertengahan bulan Februari.
"Kalau penetapan biaya distribusi pipa dan marjin pipa distribusi yang benar dan tepat kan sesuai kaidah di BPH Migas, ada proses verifikasi capex opex dan lainnya," tutur dia. "Sekarang bayangkan pipa distribusi itu kan PGN ada ratusan ruas, pengalaman BPH Migas, menetapkan satu ruas pipa transmisi saja membutuhkan waktu yang agak lama."
Adapun tahapan penetapan biaya distribusi tersebut antara lain adalah adanya data Capex dan Opex dari akun pengaturan. Setelah itu, diperlukan lagi dialog publik untuk memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan untuk berpendapat mengenai ketetapan tarif tersebut.
"Sementara, kalau kami diberi tugas kementerian dengan waktu sangat pendek untuk menghitung harga distribusi pipa yang jumlahnya sangat banyak, kami tidak sanggup," ujar Jugi.
Berdasarkan catatan BPH Migas, harga gas hilir adalah penjumlahan antara harga hilir, biaya penyaluran, dan biaya niaga. Sedangkan komposisinya adalah harga gas hulu berkisar US$ 3,40 - 8,24, biaya transmisi US$ 0,02 - 1,55, biaya distribusi US$ 0,20 - 2,00, biaya niaga US$ 0,24 - 0,58.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta harga gas untuk industri sebesar US$ 6 per MMBTU segera direalisasikan. Arahan tersebut sebenarnya telah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 40/2016.
Jokowi mengatakan bahwa harga gas untuk industri telah berulang kali dirapatkan. “Saya mendapat informasi dari menteri ESDM kemarin, bahwa ini akan segera diputuskan. Jadi saya minta Perpres Nomor 40/2016 yang mengatur harga gas untuk industri yaitu sebesar US$6 per MMBTU segera direalisasikan,” katanya dalam rapat terbatas soal Ketersediaan Bahan Baku Bagi Industri Baja dan Besi di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2020.
CAESAR AKBAR | BISNIS