TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior, Chatib Basri, menilai program kartu pra-kerja yang disusun pemerintah menyasar pada masyarakat kelas menengah. Musababnya, kartu tersebut rata-rata akan diterima oleh pengangguran yang mayoritas berlatar pendidikan SMA.
"Penganggur muda kita sebagian besar SMA. Kalau dilihat, middle class (kelas menengah) kita kan kategorinya SMA. Jadi program ini untuk middle class," tutur Chatib di kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta Pusat, Senin, 18 Februari 2020.
Selain itu, program kartu prakerja erat kaitannya dengan penggunaan gawai dan teknologi digital lainnya. Dengan indikator penerima ini, Chatib memandang program kartu prakerja tidak diperuntukkan bagi masyarakat kelas bawah.
"Kartu ini bukan untuk the poorest (masyarakat miskin). Saya lihat target marketnya ke sana (middle class)," tuturnya, mengimbuhkan.
Chatib menilai, program kartu prakerja merupakan terobosan sekaligus solusi bagi pemerintah untuk menekan tingkat pengangguran, khususnya pengangguran usia muda. Program semacam ini, ujar dia, sejatinya sudah pernah disusun oleh pemerintah negara lain.
Salah satu yang menerapkan kebijakan serupa, kata Chatib, adalah Singapura. Pemerintah negeri jiran menyusun program semacam kartu prakerja untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja. Melalui program kartu prakerja, pemerintah negeri itu mempertemukan pencari kerja dan pemberi kerja.
Tak ubahnya Indonesia, pemerintah Singapura juga turut memberikan bantuan bagi penerima program. "Jadi dia (penerima manfaat) disuruh training dan dikasih uang," tuturnya.
Kartu prakerja yang dicanangkan pemerintah Indonesia saat ini merupakan janji kampanye Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pada 2020, pemerintah memberikan kartu prakerja kepada 2 juta penerima manfaat. Alokasi dana yang dianggarkan untuk program ini dalam APBN tercatat mencapai Rp 10 triliun.
Kartu prakerja digadang-gadang dapat mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Teranyar, pemerintah mencatat jumlah pengangguran di Tanah Air mencapai 7 juta. Sebanyak 52 persen di antaranya berusia 18024 tahun. Dari sisi pendidikan, pengangguranmuda didominasi oleh lulusan SMA yang porsinya mencapai 78 persen.