TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Agus Eko Nugroho menyarankan Menteri BUMN Erick Thohir memerger Bank Tabungan Negara atau BTN dengan bank pelat merah lainnya. Upaya ini dilakukan untuk memperbaiki kinerja keuangan BTN yang labanya terjun bebas hingga lebih dari 90 persen pada 2019.
"Dimerger atau akuisisi saja dengan BNI sehingga pemerintah hanya memiliki tiga bank besar, yaitu BRI, Mandiri, dan BNI," ujar Agus saat dihubungi Tempo pada Senin, 17 Februari 2020.
Setelah merger bank berhasil, Agus menilai BNI dan BTN dapat kembali dimerger dengan Bank Mandiri untuk pengembangan bisnis. Dengan begitu, ke depan pemerintah hanya akan memiliki dua bank dengan fokus yang berbeda.
Nantinya, menurut Agus, Bank Mandiri, BNI, dan BTN akan diarahkan menjadi bank korporasi. Sedangkan BRI bakal menjadi bank retail dalam skala besar.
Agus mengatakan, saat ini BTN telah kehilangan daya saingnya sebagai bank mortgage loan atau bank pemberi pinjaman hipotek. Karena itu, pemerintah diminta segera mengambil langkah.
Selain memerger dengan bank lain, Agus memandang Kementerian BUMN perlu memfokuskan bisnisnya pada pemberian kredit perumahan bersubsidi. Dengan demikian, ujar dia, kredit macet atau NPL di BTN dapat ditoleransi dengan misi sosial pembangunan rumah murah. "Langkah ini nanti bisa disinergikan dengan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat," tuturnya.
Laporan keterbukaan BTN sebelumnya menunjukkan bahwa laba bersih perusahaan anjlok sebesar 92,5 persen year on year. Pada 2019, laba bersih bank pelat merah itu turun menjadi Rp 209,26 miliar dari semula Rp 2,81 triliun pada tahun 2018.
Staf Ahli Menteri BUMN Bidang Komunikasi, Arya Sinulingga, mengatakan kementeriannya saat ini sedang tidak merencanakan merger bank. "Enggak akan ada merger di BTN," ucapnya.
Arya menjelaskan, kementerian akan berfokus mendorong BTN meningkatkan kinerja dengan menumbuhkan kredit murah. Upaya ini sekaligus mendorong program pemerintah merealisasikan program satu juta rumah bersubsidi.
Terkait hal ini, Direktur Utama BTN Pahala N. Mansury memastikan pondasi bisnis perseroan masih kuat. Hal tersebut tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio atau CAR) yang berada di level 17,32 persen pada Desember 2019 atau berada di atas ambang batas sebesar 14 persen.
Rasio kecukupan likuiditas (liquidity coverage ratio atau LCR) BTN juga masih kuat. LCR perseroan tercatat sebesar 136,31 persen di Desember 2019.
Pahala menjelaskan pada tahun 2020, BTN juga telah mencanangkan berbagai varian strategi. Apalagi, peluang bisnis bagi perseroan masih terbuka lebar.
“Kami optimistis target laba Rp 3 triliun pada tahun ini akan tercapai karena didukung pondasi bisnis yang kuat dan lebih hati-hati serta potensi bisnis yang masih besar,” ujar Pahala dalam Media Briefing & Lunch di Kantor Cabang Bank BTN Cawang di Jakarta, Senin, 17 Februari 2020.
Pahala menjelaskan berbagai strategi yang menjadi fokus emiten bersandi saham BBTN ini yakni peningkatan produktivitas. Kemudian perseroan juga akan memaksimalkan berbagai platform termasuk terkait proses kredit dan infrastruktur data.
Strategi lainnya, kata Pahala, yaitu mengembangkan model bisnis baru untuk dana ritel dan wholesale funding. BTN juga meningkatkan digitalisasi dan otomatisasi di tahun ini. “Kami juga akan memaksimalkan kemitraan untuk membangun ekosistem di sektor properti dan perumahan.”
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | FAJAR PEBRIANTO
Catatan koreksi:
Berita ini mengalami perubahan sebagian isi berdasarkan tambahan dari narasumber pada pukul 11.47 WIB, Selasa, 18 Februari 2020.