TEMPO.CO, Jakarta - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia atau KNTI menanggapi rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang akan merevisi Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia. Dalam revisi itu, Kementerian KP berencana mengubah aturan terkait penangkapan dan ekspor benih lobster.
Ketua Pelaksana Harian KNTI Dani Setiawan mengatakan, rencana pembukaan keran ekspor benih lobster itu harus didasari kepentingan kelompok nelayan kecil atau nelayan tradisional. "Jangan hanya berorientasi ke devisa. Kalau hanya menguntungkan kelompok tertentu, saya kira sama saja," ujar Dani di kantornya, Jakarta Selatan, Senin, 17 Februari 2020.
Dani menyatakan, selama ini nelayan kecil sudah menelan pil pahit akan adanya Permen 56 Tahun 2016, utamanya nelayan-nelayan di Pulau Lombok--pusat budidaya lobster terbesar di Indonesia. Sebab, dengan terbitnya aturan itu pada era lampau, nelayan tidak dapat lagi menangkap lobster, kepiting, dan rajungan untuk kepentingan budidaya.
Dalam revisi peraturan itu, Dani meminta pemerintah memberikan keleluasaan kepada nelayan tradisional untuk mengambil benih lobster agar budidaya lobster dalam negeri berkembang. Selain itu, ia memandang pemerintah perlu memberikan insentif kepada nelayan kecil seumpama kebijakan ekspor dieksekusi.
Adapun terkait rencana ekspor, ia menyebut pemerintah mesti memiliki skema komprehensif dari hulu ke hilir. Skema ini harus dipikirkan masak-masak sehingga nilai tambah nelayan dalam negeri meningkat saat ekspor dibuka. "Dengan skema yang komprehensif, nelayan dalam negeri juga bisa lebih kompetitif, bisa mendapatkan nilai tambah," kata Dani.