TEMPO.CO, Jakarta - Virus Corona yang melanda China diperkirakan bakal merembet pada pergerakan inflasi Februari 2020 seiring dengan ketergantungan impor bawah putih dari Negeri Panda tersebut. Ekonom Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira harga bawang putih terus merangkak naik sementara impor dari China dibatasi seiring penyebaran wabah virus corona atau Covid-19. Dia menambahkan, 80 persen kebutuhan bawang putih masih dipasok dari luar negeri.
"Di awal tahun ini, (inflasi) volatile food sudah jadi ancaman, khususnya komoditas bawang putih karena harganya naik cukup tinggi akibat hambatan impor dari China," ujarnya, Jumat, 14 Februari 2020.
Menurut Bhima, risiko kenaikan harga bawang putih makin besar karena bulan Ramadan akan jatuh pada Mei 2020. Kebutuhan bawang putih dalam momen Ramadan dan juga Idulfitri secara siklus meningkat. Maka, keterlambatan impor sedikit saja bisa membuat harga bawang putih terus merangkak.
Bhima menilai, pemerintah perlu mengamankan pasokan bawang putih dengan mencari alternatif negara asal impor. Selain China, salah satu produsen bawang putih di dunia adalah India.
Selain bawang putih, pemerintah juga perlu mewaspadai pasokan beras dan jagung karena perubahan iklim membuat produksi pangan berpotensi terganggu. Bhima menyebut, pemerintah perlu melakukan langkah holistik, mulai dari mempertajam efektivitas bantuan pangan, inovasi pertanian, melancarkan distribusi, hingga menaikan serapan beras Bulog sbagai buffer stok.
Untuk diketahui, pemerintah dan Bank Indonesia menargetkan inflasi indeks harga konsumen berada di kisaran 3 +/- 1 persen sepanjang 2020. Selain itu, rapat koordinasi (high level meeting) Tim Pengendali Inflasi Pusat juga mematok target inflasi volatile food 4 +/-1 persen. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka inflasi pada Januari sebesar 0,39 persen (month to month) dan 2,68 persen (year on year) sepanjang tahun.