Ia mengatakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 Pasal 3, Direksi bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, pada pasal 39 termaktub bahwa direksi bertanggung jawab penuh atas seluruh penyiaran ke luar dan ke dalam.
Menurut Achsanul, Peraturan Pemerintah itu memang harus diperbaiki agar tidak ada kesalahpahaman antara Dewan Pengawas dan Direksi TVRI, seperti yang saat ini terjadi. "Tidak boleh ada yang merasa lebih hebat antara Dewas dan Direksi karena mereka sama-sama menjalankan mandat Undang-undang Nomor 32 tahun 2002," tuturnya.
Achsanul mengatakan dalam era direksi dan dewan pengawas inkumben telah ada capaian-capaian dari perseroan. Salah satunya, BPK tidak lagi menemukan adanya belanja fiktif serta jasa siaran dan nonsiaran yang masuk ke oknum-oknum pribadi TVRI. Dengan transparansi yang membaik itu, ia mengatakan pihak lain pun menjadi mau bekerjasama dengan perseroan.
"Di samping itu siaran digital sudah masuk 64 kota dan kabupaten dari sebelumnya hanya sepuluh, sementara siaran analog sudah mencapai seluruh Indonesia dan PNBP naik walau angkanya saya lupa," tutur Achsanul. "Kalau melihat temuan-temuan BPK 3 tahun lalu kan sangat tidak baik."
Kala itu, Anggota Dewan Pengawas TVRI Maryuni Kabul Budiono mengatakan memang tengah dilaksanakan pemeriksaan audit kinerja LPP TVRI. Namun, ia mengatakan audit yang dilaksanakan sejak Agustus 2019 itu tidak hanya dilakukan terhadap Dewan Pengawas, melainkan juga Direksi dan staf direksi di kantor pusat.