Tempo.Co, Jakarta - Pemerintah segera memutuskan total kebutuhan dan usulan impor Gula Kristal Putih (GKP) sebesar 1,33 juta ton dalam rapat koordinasi terbatas minggu depan. Keputusan diambil untuk mengantisipasi harga gula yang mulai mengalami kenaikan sebesar 4 persen sejak Januari lalu.
“Ini untuk kepentingan pengendalian harga,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Oke Nurwan saat ditemui usai konferensi pers terkait inflasi di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Februari 2020.
Sebelumnya, pemerintah disarankan segera merealisasikan impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan mencegah harga melambung. Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat memprediksi produksi hanya 2,1 juta ton karena kemarau panjang.
"Akibat pengaruh musim banyak tanaman yang mati dan replanting gagal," katanya di Jakarta, kemarin. Dengan rendahnya produksi, Budi menyatakan perlu ada impor gula putih sekitar 1,33 juta untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga tahun ini yang diperkirakan mencapai 3,16 juta.
Di saat bersamaan, harga gula pasir untuk konsumsi di sejumlah daerah sudah mulai mengalami kenaikan. Menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga gula di DKI Jakarta pada 2 Januari 2020, sebesar Rp 14.350 per kilogram. Hari ini, harganya terpantau Rp 15.000 atau naik 4,5 persen.
Tak hanya gula konsumsi, pengusaha juga telah mengusulkan impor gula rafinasi sebesar 2,8 juta ton. Namun, Kementerian Perdagangan hanya menyetujui 1,1 juta ton saja.
Oke mengklaim tidak ada masalah dalam gula rafinasi. Menurut dia, Kementerian Perdagangan baru menyetujui kuota impor 1,1 juta ton untuk paruh pertama saja. “Sesuai yang direkomendasikan untuk semester pertama (2020),” kata dia.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir, menyebut pemerintah tidak hanya membuka keran impor begitu saja. Menurut dia, pemerintah juga melakukan diversifikasi impor gula. “Jika biasanya dari Australia, sekarang dicoba dari India,” kata dia.
Model diversifikasi ini telah diterapkan sejak akhir tahun lalu. Pemerintah menurunkan bea masuk Gula Kristal Rafinasi (GKR) asal India menjadi 5 persen. Kebijakan ini merupakan barter untuk memudahkan sawit Indonesia masuk India. “Ini juga untuk memudahkan peralihan impor, kalau Australia tersendat, bisa India,” kata Iskandar.