TEMPO.CO, Jakarta - Defisit neraca transaksi berjalan (CAD) sepanjang 2019 tercatat membaik menjadi 2,72 persen dari produk domestik bruto (PDB), dari sebelumnya 2,94 persen pada 2018. Kendati demikian, perbaikan CAD tersebut dinilai bersifat temporer, dan tak sepenuhnya menunjukkan sinyal positif.
“Perbaikan defisit kali ini bukan sinyal yang bagus, karena penurunan defisit neraca dagang lebih didominasi oleh berkurangnya aktivitas ekonomi, bukan karena ekspor yang tumbuh tapi penurunan impor,” ucap Ekonom Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, kepada Tempo, Rabu 12 Februari 2020.
Penurunan terdalam khususnya terjadi pada impor bahan baku dan barang modal. “Ini menunjukkan industri manufaktur menurunkan kapasitas produksinya.”
Alhasil, angka CAD yang menurun justru dinilai patut diwaspadai karena dapat menjadi gejala berlanjutnya perlambatan ekonomi. “Terlebih ini terjadi di saat ekonomi global kurang membaik, jadi ini cukup aneh,” kata Bhima.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menambahkan meski kondisi CAD membaik, secara fundamental kinerja neraca transaksi berjalan masih mengkhawatirkan. “Defisitnya masih tetap besar, dan menandakan bahwa perekonomian kita sangat bergantung pada aliran modal, serta membuat nilai tukar rupiah menjadi rentan terhadap shock global,” ujar dia.
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina yang telah surplus, neraca transaksi berjalan Indonesia masih perlu banyak pembenahan. Menurut Piter, pemerintah ke depan harus bersungguh-sungguh melakukan reformasi struktural untuk menurunkan angka CAD secara sehat. “Khususnya dengan membangun kembali industri manufaktur, dan mengurangi ketergantungan kepada sektor komoditas,” ucapnya.
Lembaga pemeringkat Moody’s Investor Service dalam riset terbarunya juga mengungkapkan hal serupa. Pemerintah Indonesia diharapkan terus melanjutkan reformasi perekonomian secara struktural, Moody’s juga menyebutkan sejumlah tantangan yang perlu diwaspadai ke depan, di antaranya ketergantungan pemerintah terhadap pendanaan struktural serta kerentanan struktur ekonomi terhadap siklus komoditas.