Tempo.Co, Jakarta - Pemerintah telah mengubah penyebutan Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menjadi Cipta Kerja atau disingkat RUU Ciptaker. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pengubahan judul draf itu sesuai dengan arahan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani.
"Judulnya Cipta Kerja atau disingkat Ciptaker. Jangan dipelesetkan seperti arahan Bu Ketua DPR," ujar Airlangga di kompleks Parlemen DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2020.
Draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah disorongkan Airlangga bersama enam menteri lainnya hari ini kepada pimpinan lembaga legislatif. RUU itu berisikan 15 bab dan 174 pasal yang meliputi pelbagai klaster.
Airlangga menjelaskan, draf ini berisi aturan-aturan yang mendukung terbukanya lapangan kerja. Draf, kata dia, juga mendukung terciptanya kebijakan-kebijakan strategis dalam menghadapi situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian.
Bersamaan dengan draf ini, Airlangga menyerahkan surat presiden atau surpres terkait pembahasan RUU Cipta Kerja. Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam surat itu menunjuk menteri-menteri dan lembaga negara yang terlibat dalam pembahasan RUU.
Dengan demikian, pemerintah berarti telah menyerahkan kewenangan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada legislator. Di tempat yang sama, Puan menjelaskan, legislator akan segera menggelar rapat paripurna untuk memproses draf tersebut.
"Nantinya pembahasan ini kan melibatkan tujuh komisi dan akan dijalankan melalui proses di DPR, apakah akan dibahas di baleg atau pansus (panitia khusus)," ujarnya. Puan memastikan, draf itu akan segera tersosialisasi kepada masyarakat, khususnya buruh.
Di saat bersamaan dengan disorongkannya draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja ke lembaga legislatif, sejumlah buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menggelar demonstrasi di depan gedung Parlemen. Mereka menuntut pemerintah tak mengurangi hak-hak buruh dalam RUU tersebut.
"Kalau omnibus law mereduksi atau mengurangi kesejahteraan buruh, kami akan tolak habis-habisan," kata Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea. Ia mengatakan, sejak awal, buruh tidak dilibatkan dalam pembahasan rancangan beleid tersebut.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BUDIARTI UTAMI PUTRI