KOran Tempo, Jakarta:
JAKARTA -- Pemerintah menatap kemungkinan menurunkan asumsi harga minyak di bawah US$ 130 per barel dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009. Sayang, penurunan itu tidak akan berdampak besar karena konsumsi minyak tetap tinggi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu kemarin memaparkan, jika konsumsi minyak bisa ditekan hingga 38,9 juta kiloliter, dari perkiraan konsumsi 40 juta kiloliter, negara dapat berhemat lebih banyak.
Menurut Anggito, komponen bahan bakar yang paling rakus subsidi adalah minyak tanah. Celakanya, sampai saat ini program konversi minyak tanah baru mencapai 30 persen dari target 1 juta kiloliter. "Kalau kami bisa mempercepat konversi, berarti bisa mengurangi konsumsi," kata dia.
Pemerintah, ujarnya, akan mempercepat penyediaan tabung gas isi ulang dan mendorong Pertamina untuk melakukan sosialisasi. Dengan langkah itu, Anggito optimistis konsumsi minyak bisa ditekan.
Anggito meyakinkan pergerakan ekonomi Indonesia tahun depan akan lebih baik daripada tahun ini. Ia pun percaya asumsi-asumsi ekonomi yang dipatok akan terpenuhi. Dalam dua hari ini Badan Pusat Statistik akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal I. "Lihatlah pasti Anda pasti akan yakin 2009 akan lebih baik," ucapnya.
Sebagai informasi, selisih harga antara bahan bakar subsidi dan nonsubsidi telah memaksa pengguna bahan bakar nonsubsidi beralih ke bahan bakar subsidi. Dampaknya jelek. Konsumsi bahan bakar subsidi melompati kuota 35 juta kiloliter.
Dari kuota premium 16,9 juta kiloliter, konsumsi premium Januari-Juni telah mencapai 9,3 juta kiloliter. Adapun dari kuota solar 11 juta kiloliter, konsumsi solar Januari-Juni telah mencapai 5,8 juta kiloliter.
Di sisi lain, konsumsi bahan bakar minyak nonsubsidi terus merosot tajam. Konsumsi Pertamax Plus pada Juni lalu 5.217 liter, turun dari bulan sebelumnya 6.995 liter. Adapun konsumsi Pertamax pada Juni lalu 13.518 liter, merosot dari sebelumnya 18.994 liter.
Niat pemerintah menurunkan asumsi harga minyak di bawah US$ 130 per barel dinilai Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) sangat tepat. Sebab, diperkirakan harga minyak akan bertengger di bawah US$ 130 per barel.
"Kami melihat gejolak harga minyak sangat eksesif, jangka pendek. Beberapa faktor sudah mulai membaik," ujar Direktur Perencanaan Makro Bappenas Bambang Priyambodo, yang dihubungi Tempo kemarin.
Faktor pemulih itu antara lain perekonomian dunia yang melambat tapi ada di tingkat tertinggi, penguatan mata uang dolar Amerika Serikat, badai Teluk Meksiko yang tidak mengurangi cadangan minyak Amerika, dan ketegangan Israel-Iran yang terkendali.
"Satu-satunya faktor yang masih akan mempengaruhi adalah perang terbuka Israel-Iran. Kalau perang terjadi, minyak bisa menyentuh US$ 150 per barel," katanya. Bambang memperkirakan minyak yang saat ini sedang mencari titik keseimbangan akan tetap berada di atas US$ 100 per barel. SORTA TOBING