Koran Tempo, Jakarta:
Jakarta -- Harga saham PT Bayan Resources Tbk langsung anjlok dalam debut pencatatan perdananya di lantai Bursa Efek Indonesia kemarin. Alhasil, investor retail belum dapat menikmati keuntungan karena, pada penutupan perdagangan, saham perusahaan pertambangan batu bara berkode BYAN itu turun Rp 350 (6,02 persen) dari Rp 5.800 menjadi Rp 5.450. "Turunnya harga komoditas batu bara dunia menekan saham Bayan," kata Kepala Riset dari Recapital Poltak Hotradero di Jakarta kemarin.
Selain faktor jebloknya harga batu bara, menurut dia, beberapa faktor lain ikut menekan saham Bayan. Misalnya kasus sengketa lahan antara Bayan dan PT Porodisa serta pemblokadean jalur distribusi batu bara PT Perkasa Inaka Kerta (anak usaha Bayan) oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur sejak akhir pekan lalu. Kisruh royalti batu bara dan pencekalan para petinggi perusahaan batu bara oleh pemerintah juga ikut menekan harga saham Bayan.
Penurunan harga saham Bayan itu sejalan dengan anjloknya indeks indeks harga saham gabungan Bursa Efek Indonesia sebesar 76,341 poin (3,58 persen) ke posisi 2.057,579. Penurunan indeks ini, menurut Poltak, terjadi karena saham-saham sektor komoditas, terutama batu bara, yang merupakan penggerak indeks anjlok.
Saham sektor batu bara, seperti PT Indo Tambang Megah Raya, hari ini ditutup turun hingga 1.600 poin (6,02 persen) menjadi Rp 25 ribu per saham, PT Bumi Resources Tbk turun 150 (2,91 persen) ke level Rp 5.000 per saham, dan PT Adaro Energy Tbk melemah 30 poin (1,95 persen) menjadi Rp 1.510 per saham.
Selain faktor eksternal itu, Poltak mengatakan, investor melihat valuasi atas Bayan tidak terlalu menarik karena saat ini pertambangan batu bara yang dimiliki Bayan berumur tua. Rasio batu bara yang ditambang dengan tanah yang harus dibuang sangat besar bedanya, yaitu 1 : 17 hingga 1 : 22 (setiap 1 ton batu bara yang dihasilkan, tanah yang harus dibuang sebanyak 17-22 ton). "Biaya eksplorasi menjadi tinggi, sementara produksi tidak banyak," kata Poltak.
Direktur Utama Bayan Eddie Chin Wai Fong mengatakan setiap tahunnya Bayan akan mengakuisisi satu tambang baru (green field) dengan nilai akuisisi tak lebih dari US$ 10 juta. Aksi korporasi itu untuk menggenjot produksi batu bara. "Setiap tahun kami berencana mengakuisisi setidaknya satu tambang baru," katanya di Jakarta kemarin.
Tahun ini Bayan mentargetkan produksi batu bara sebanyak 9 juta ton, dengan tambahan pembelian sebanyak 1,4 juta ton batu bara. Tahun ini juga Bayan mentargetkan bisa menjual 9,9 juta ton batu bara dengan nilai penjualan US$ 700 juta.
Pada 6 Agustus lalu, Bayan melepas 25 persen saham atau sebanyak 958,4 juta lembar dengan harga Rp 5.800 per lembar dan nilai nominal Rp 100.
Dana hasil penawaran umum perdana saham Bayan sebesar Rp 5,56 triliun akan digunakan untuk mengakuisisi floating transfer station Rp 313,4 miliar. Dana itu juga akan digunakan untuk pengembangan usaha dan modal kerja Proyek Wahana Rp 368,7 miliar, pengembangan usaha dan modal kerja Proyek Perkasa Rp 322,6 miliar, pengembangan usaha dan modal kerja Proyek FTB Rp 138,3 miliar, serta sisanya untuk penambahan aset batu bara dan modal kerja lainnya. l Ari Astri Yunita