TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah maskapai penerbangan nasional harus menanggung kerugian akibat kebijakan penyetopan rute ke Cina.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk. Irfan Setiaputra menuturkan adanya kerugian yang mesti ditangung sebagai dampak tidak beroperasinya sejumlah pesawat. Padahal, maskapai pelat merah ini beroperasi secara normal dan penuh sebelum dikeluarkannya kebijakan penundaan sementara penerbangan.
Di sisi lain, lanjut bos baru garuda tersebut, ada biaya lain yang tetap harus tetap dikeluarkan kendati pesawat tidak terbang.
“Berat pastinya, tapi kami terus monitor apakah ini punya dampak terhadap keinginan masyarakat buat bepergian. Kami masih terus memonitor implikasinya ya,” katanya, Minggu 9 Februari 2020.
Lebih jauh, maskapai dengan jenis layanan penuh tersebut menyebutkan terlalu dini melakukan untuk melakukan perhitungan secara ekonomi dengan dinamika yang ada hingga kini.
“Soal kerugian kami nggak mau ributin itu, Nanti kayak nggak ikhlas aja dukung pemerintah dan bangsa ini,” tekannya.
Manajemen mencatat melayani sebanyak 30 frekuensi penerbangan setiap minggunya ke Cina.
Senada, Daniel Putut Managing Director Lion Air Group menyebutkan sebanyak 30 penerbangan dengan rute ke Cina per pekannya dibatalkan. Namun, maskapai bertarif rendah tersebut masih menghitung terkait dengan potensi kerugian yang ditimbulkan.
Sejauh ini, maskapai dengan jenis layanan minimum tersebut baru membatalkan rute perjalanan dari Cina dan belum memberlakukan hal yang sama untuk rute negara lain yang juga telah terindikasi dengan kasus virus corona.
“Kami menjalankan rekomendasi Kementerian Kesehatan. Selama ada info Kementerian Perhubungan terkait penerbangan lain, Kami tunggu arahan dari Kemenhub,” ujarnya.
Maskapai jenis layanan minimum tersebut rencananya akan menambah rute domestik eksisting akibat pembatalan perjalanan ke Negeri Panda.