TEMPO.CO, Jakarta - Pedagang di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, Anas Sarnil, menjelaskan pasokan bawang putih yang menyusut di kiosnya pada Februari ini. Jika sebelum Februari dia bisa menjual 15 ton bawang putih sepekan, bulan ini dia hanya mendapat 4 ton.
Menurut pedagang 52 tahun ini, sebelum Februari, para importir bergantian meneleponnya menawarkan bawang putih dari Cina. “Sekarang saya menelepon importir satu-satu,” kata Anas seperti dikutip Majalah TEMPO edisi Senin, 10 Februari 2020.
Akibat kelangkaan itu, harga bawang putih dalam sepekan terakhir melonjak hingga Rp 45 ribu per kilogram. Pada Desember 2019, kata Anas, ia masih menjual Rp 20 ribu.
Kepada Anas, para importir bercerita bahwa Kementerian Pertanian belum menyetujui rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) yang mereka ajukan hingga memasuki tahun baru. Akibatnya, para importir belum bisa mendapatkan kuota impor bawang hingga Januari 2020.
Pada 2019, Kementerian Pertanian baru menerbitkan RIPH pada akhir Maret, telat dua bulan dibanding tahun sebelumnya. Akibatnya, harga bawang putih tahun lalu naik sejak Januari dan mencapai puncaknya pada Mei dengan Rp 50 ribu per kilogram.
“Kenaikan harga bawang putih berulang tiap awal tahun,” ucap Hariadi Propantoko dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan.
Prihasto Setyanto, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, menyangkal kelangkaan bawang putih akibat ia telat menerbitkan RIPH. Ketika ditanyai soal ini pada 10 Januari lalu, ia mengatakan RIPH belum terbit karena stok masih cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga Maret. “Sekarang sudah terbit,” tuturnya pada Jumat, 7 Februari lalu.
Investigasi Majalah TEMPO menemukan beberapa penyebab harga bawang putih selalu mahal hampir saban awal tahun. Baca berita selengkapnya di Majalah Berita Mingguan TEMPO.
MBM TEMPO