TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pengusaha dari industri farmasi memperkirakan pertumbuhan industri farmasi tahun ini akan berkisar di antara 6-7 persen. Adapun, impor bahan baku tahun ini juga akan mulai turun meski akan lebih signifikan pada tahun depan.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) Dorojatun Sanusi. Meski begitu, ia menyebutkan, angka pertumbuhan itu tergantung atas sumber yang beragam.
Pasalnya, tahun lalu perusahaan farmasi juga ada yang mencatatkan pertumbuhan dua digit. "Jadi kami proyeksikan 6-7 persen, walau sebenarnya diharapkan lebih lagi. Tetapi kembali ke persoalan cashflow perusahaan farmasi yang selalu tersendat akibat pembayaran BPJS setelah enam bulan," kata Dorojatun, Kamis, 6 Februari 2020.
Lebih jauh, Dorojatun mengemukakan investasi di industri farmasi saat ini juga masih terus berjalan. Sedikitnya ada sekitar tujuh hingga sembilan perusahaan yang umumnya melakukan skema joint venture dengan mayoritas kepemilikan oleh lokal akan membuat produksi bahan baku obat di dalam negeri.
Bila keseluruhan investasi sudah berjalan dalam dua tahun ke depan, maka impor bahan baku sekitar 15-20 persen bisa tercapai. Selain itu sebenarnya ada satu peluang dari kebijakan pemerintah yang dapat memacu pertumbuhan industri, yakni, dari dana yang digelontorkan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Sayangnya, hanya sebagian kecil dari dana besar pemerintah ini yang masuk ke industri farmasi. "Kemarin dana (PBI) Rp 5,5 triliun yang masuk ke farmasi cuma 6 persen atau Rp 300 miliar. Tahun ini katanya belasan triliun. Coba bisa masuk 20 persen saja ke farmasi, (dampaknya) pasti akan cukup positif," ujarnya.
BISNIS