TEMPO.CO, Jakarta - Sentimen penyebaran Virus Corona diyakini masih akan melemahkan permintaan dari Cina dan pada gilirannya bakal mempengaruhi pergerakan harga minyak mentah dunia dalam jangka pendek.
Analis PT Monex Investindo Futures Faisyal memperkirakan bahwa pasar masih khawatir terhadap penyebaran Virus Ccorona semakin luas hingga ke beberapa negara. Selain itu, pembatasan perjalanan di Cina dapat memberikan tekanan terhadap permintaan minyak dari negeri panda tersebut.
Bloomberg mencatat saat ini permintaan minyak Cina telah turun sekitar 3 juta barel per hari. Angka ini setara dengan 20 persen dari total konsumsi batas umumnya karena virus corona yang menekan aktivitas ekonomi Cina.
Penurunan tersebut pun dinilai menjadi guncangan permintaan terbesar yang dialami pasar minyak sejak krisis keuangan global 2008 hingga 2009. Dan yang paling mendadak sejak serangan kilang minyak Arab Saudi oleh Iran pada 11 September 2019.
“Sepanjang kuartal satu tahun ini, kemungkinan harga minyak jenis WTI akan bergerak di kisaran US$ 47 per barel hingga US$55 per barel,” ujar Faisyal saat dihubungi, Kamis, 6 Februari 2020.
Meski begitu, Faisyal memperkirakan harga minyak bisa berbalik menguat jika terdapat perkembangan berita dari penemuan vaksin untuk membatasi penyebaran Virus Corona dalam waktu dekat.
Sementara itu, proyeksi permintaan minyak dari Cina sebagai salah satu importir minyak mentah terbesar dunia telah mendorong Organisasi Negara Pengekspor Minyak atau Organization Petroleum Exportirs Countries (OPEC) dan sekutunya untuk bertemu dan diperkirakan memangkas produksinya lebih dalam.
Pasar optimistis bahwa OPEC dan sekutunya akan menambah kapasitas pemangkasannya 500.000 barel per hari menjadi total pemangkasan produksi mencapai 1,7 juta barel per hari.
Hal tersebutlah yang telah membuat harga minyak berhasil rebound pada dua perdagangan terakhir. Pada perdagangan Kamis kemarin hingga pukul 16.40 WIB, harga minyak jenis WTI untuk kontrak Maret 2020 di bursa Nymex bergerak menguat 1,24 persen menjadi US$ 51,38 per barel.
Sementara itu, harga minyak jenis Brent untuk kontrak April 2020 di bursa ICE bergerak menguat 0,67 persen menjadi US$ 55,65 per barel.
Meski pasar optimistis OPEC akan memangkas produksinya lebih dalam, sesungguhnya Arab Saudi dan Rusia tetap terpecah untuk memutuskan hal tersebut. Pembicaraan antara para ahli dari OPEC dan sekutunya telah diperpanjang menjadi tiga hari karena mereka berusaha untuk menentukan dampak nyata Virus Corona terhadap konsumsi.
Selain itu, peningkatan inventaris minyak AS yang lebih besar daripada perkiraan diyakini juga akan menjadi bahan pertimbangan OPEC dan sekutunya. Berdasarkan data Administrasi Informasi Energi, stok minyak mentah AS meningkat 3,36 juta barel pada pekan lalu. Persediaan tersebut naik untuk minggu kedua ke level tertinggi dalam lebih dari sebulan.
BISNIS