TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Perekonomian dan Pembangungan, Sekretariat Daerah Jawa Barat, Eddy Iskandar Muda Nasution mengatakan, PT Kereta Api Cepat Indonesia China (KCIC) meminta keringanan pembayaran BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) atas seluruh lahan dan bangunan yang dibebaskan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
“KCIC itu minta keringanan pajak BPHTB. Kita tahu kewenangan itu ada di kabupaten/kota bukan provinsi. Sekarang pertanyaannya, bisakah diminta keringanan,” kata Eddy di Bandung, Rabu, 5 Februari 2020.
Eddy mengatakan soal itu dibahas bersama pemerintah kabupaten/kota yang dilewati proyek kereta cepat di Jawa Barat bersama pihak KCIC, difasilitasi pemerintah provinsi Jawa Barat, Selasa, 4 Februari 2020. “Kita diminta untuk mengkoordinasikan karena kabupaten/kota bingung,” kata dia.
BPHTB adalah pendapatan daerah milik kabupaten/kota. BPHTB menjadi salah satu syarat untuk sertifikasi lahan. “Ini untuk sertifikasi,” kata dia.
Eddy mengatakan, setiap pemerintah kabupaten/kota misalnya tafsir yang berbeda dalam pengaturan BPHTB. Umumnya, tidak mengatur pemberian keringanan yang ditujukan pada proyek pemerintah. Aturan pemberian keringanan BPHTB yang ada hanya ditujukan pada korban bencana. “Di Peraturan Daerah yang ada, keringanan hanya diberikan pada korban bencana, seperit itu,” kata dia.
PT KCIC menginginkan mendapat keringanan dalam membayar BPHTB pada pemerintah kabupaten/kota atas tanah dan bangunan yang dibebaskan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. PT KCIC menginginkan keringanan BPHTB dengan alasan, proyek kereta cepat tersebut adalah investasi pemerintah dalam bentuk konsesi. Aset proyek tersebut nanti juga akan kembali pada pemerintah saat jangka waktu konsesi berakhir. “Alasan KCIC, ini program strategis nasional. Kemudian juga bahwa mereka tidak ada alokasi untuk itu,” kata Eddy.
Eddy mengatakan, PT KCIC belum memerinci persentase keringanan BPHTB yang dimintanya. PT KCIC harus menyiapkan dana relatif besar untuk membayar kewajiban BPHTB tersebut. “Besar itu. Ratusan miliar (Rupiah),” kata dia.
Saat pertemuan membahas soal itu, perwakilan kabupaten/kota mengaku kesulitan memberikan keringanan BPHTB karena tidak ada dasar hukumnya. “Dilema buat kabupaten/kota, bagaimana mengeluarkan ini tanpa dasar hukum yang kuat,” kata Eddy.
Pertemuan tersebut akhirnya menyepakati untuk membawa soal ini pada Menteri Keuangan. “Kemarin kumpul begitu, belum ada kesepahaman. Yang ada mereka perlu dukungan landasan hukum yang kuat. Kita nanti meminta fatwa ke Menteri Keuangan, daripada masalah,” kata dia.