TEMPO.CO, Jakarta - Perluasan infeksi virus Corona berdampak pada goyahnya daya tahan pasar keuangan domestik. Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual berujar Corona dipandang investor sebagai sentimen negatif, mengingat virus ini berpusat di Cina, poros ekonomi terbesar kedua dunia setelah Amerika Serikat.
“Ini dikhawatirkan berpengaruh kepada perdagangan dunia, anjloknya harga komoditas, bahkan perlambatan ekonomi global,” ujar dia kepada Tempo, Rabu 29 Januari 2020.
Kekhawatiran investor itu tercermin dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepekan terakhir yang diwarnai pelemahan hingga 125,11 poin, meski kemarin telah naik tipis ke level 6.113,04. David mengatakan pergerakan pasar saham ke depan belum sepenuhnya aman dan patut dicermati seiring perkembangan wabah Corona yang hingga kemarin telah menjalar ke 16 negara.
“Investor sementara akan melihat dulu bagaimana update penyebarannya, berapa lama, berapa banyak korbannya, maka harus tetap waspada karena investor tidak suka ketidakpastian,” katanya.
David melanjutkan pelemahan terhadap sejumlah sektor saham juga perlu diwaspadai, khususnya sektor pertambangan, industri dasar, konstruksi, dan transportasi. “Tapi tetap ada juga sektor-sektor yang diuntungkan misalnya kesehatan, farmasi, consumer, dan telekomunikasi.” Adapun pada perdagangan kemarin, bursa mencatat 210 saham mengalami penurunan, 198 naik, dan 133 saham tak bergerak.
Direktur PT Anugerah Mega Investama, Hans Kwee mengatakan sentimen Corona masih akan kencang membayangi, khususnya selama periode libur Tahun Baru Imlek di Cina yang diperpanjang hingga 2 Februari 2020. “IHSG tetap berpeluang menguat namun terbatas, dengan level support 6.218 – 6.200, dan resistance di level 6.256 – 6.312,” ucapnya.
Kondisi yang tak jauh beda juga dialami nilai tukar rupiah. Penguatan kurs sempat terhenti, walau kemarin telah berbalik menguat di pasar spot ke level Rp 13.634 per US$. “Penguatan ini dikarenakan koreksi pasar sudah terlalu besar, jadi ada sedikitt rebound,” kata Analis Valbury Asia Futures, Lukman Leong.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim berujar kekhawatiran meningkat jika persoalan Corona berkepanjangan, sebab diproyeksikan dapat berdampak pada pelemahan pertumbuhan ekonomi Cina hingga ke level 4,5 persen dari saat ini sebesar 6 persen. “Ini akan merembes ke Indonesia karena Indonesia salah satu negara eksportir terbesar ke Cina, kerja sama perdagangan juga banyak,” kata dia. “Ini bisa berpengaruh ke rupiah, bahkan dampak ketidakpastiannya bisa melebihi perang dagang.”
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaja Kamdani menambahkan kinerja negatif ini tak hanya terjadi di pasar keuangan Indonesia, namun juga negara-negara lain di Asia, Eropa, dan Ameika Serikat.
“Reaksi negatif investor terhadap berlanjutnya wabah ini seperti yang terjadi pada wabah SARS di 2002-2003 lalu,” ujarnya. Terlebih, kemunculan Corona bertepatan dengan momentum pemulihan ekonomi global. “Padahal seharusnya sudah bisa meningkat karena penandatanganan perjanjian dagang Cina dan AS.”
LARISSA HUDA