TEMPO.CO, Jakarta - PT Angkasa Pura I (Persero) dan Angkasa Pura II mendukung langkah pemerintah mendorong operator maskapai penerbangan untuk melakukan penyesuaian harga tiket pesawat. Upaya ini dilakukan guna mengembalikan frekuensi penumpang ke level normal setelah melorot sejak 2018.
Direktur Utama Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin mengatakan entitasnya telah menyediakan insentif khusus untuk biaya kebandaraan pesawat pada hari-hari tertentu guna mendukung penyesuaian harga itu. "Ada marketing insentif berbasis season atau berbasis jenis maskapai," ujar Awaluddin di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 28 Januari 2020.
Menurut Awaluddin, saat ini perusahaan harus memiliki komitmen untuk menaikkan pergerakan penumpang dan frekuensi pesawat. Ia mengakui, pada akhir 2019, jumlah pergerakan penumpang di bandara yang dikelola entitasnya melorot 4-5 persen. Saat ini, Angkasa Pura II mengelola sekitar 19 bandara.
Angka penurunan pergerakan penumpang ini memang di bawah rata-rata pergerakan nasional yang jatuh lebih tajam hingga 6 persen. Namun, ia menyebut hal itu tetap harus menjadi perhatian.
Adapun penurunan pergerakan penumpang terjadi tak merata di seluruh bandara. "Kami catat yang menurun meliputi Jakarta, Surabaya, Semarang," tuturnya.
Guna menggairahkan pasar, menurut Awaluddin, selain memberikan insentif, entitas akan mendorong maskapai menambah arus frekuensi penerbangan domestik dan melebarkan destinasi. Kebijakan ini akan memberikan alternatif perjalanan bagi penumpang sekaligus membuka persaingan dengan moda transportasi lain yang kian berkembang.
Sementara itu, Direktur Utama Angkasa Pura I Faik Fahmi memastikan entitasnya telah memberikan insentif biaya kebandaraan untuk rute-rute tertentu sejak pertengahan 2019 kepada maskapai. Insentif itu berupa penggratisan biaya pendaratan atau free landing fee untuk sejumlah maskapai.
"Beberapa program insentif sudah kami keluarkan untuk airlines," tuturnya di tempat yang sama. Insentif juga akan digelontorkan kepada maskapai seandainya perusahaan mambuka rute baru atau menambah frekuensi penerbangan.
Kendati begitu, Faik menyebut biaya kebandaraan sejatinya tak berkontribusi besar terhadap pembentukan harga pokok produksi maskapai. Menurut dia, biaya kebandaraan hanya memakan porsi maksimal 4 persen dari total kebutuhan.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS