TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Utama Televisi Republik Indonesia alias TVRI, Helmy Yahya, menyanggah pernyataan Dewan Pengawas yang membandingkan kasus tunda bayar siaran Liga Inggris di stasiun televisi pelat merah itu dengan kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya.
"Gagal bayar Jiwasraya dibandingkan dengan tunda bayar Liga Inggris, menurut saya ini kebangetan," ujar Helmy dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 28 Januari 2020.
Helmy mengibaratkan dua kasus itu ibarat durian monthong dibandingkan dengan buah ceri, lantaran nominal dan magnitudenya sangat berbeda. "Di sana belasan triliun, sementara di sini hanya miliaran."
Menurut Helmy, gagal bayar kepada rekanan bisnis itu adalah hal yang biasa. "Kami punya hutang, kami punya tagihan," ujarnya. Untuk melunasi tagihan kepada rekanannya, Mola TV, ia mengatakan direksi telah berkomunikasi kepada pemerintah agar TVRI bisa menggunakan penerimaan negara bukan pajak.
"PNBP kami Rp 150 miliar, dan kami boleh ambil Rp 120 miliar. Sementara Liga Inggris itu US$ 2 juta, atau Rp 48 miliar, kecil itu," ujar Helmy. Apalagi, pada 2020 angka PNBP itu diperkirakan akan naik lagi nilainya melebihi Rp 150 miliar. Mengingat, pada tahun ini akan diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah serentak.
"Jadi kami kan tunda bayar, Mola TV yang kami hutangi pun enggak apa-apa, ini adalah bisnis seperti biasa, meleset sedikit tidak apa-apa," tutur Helmy. "Kenapa meleset, karena PNBP kami datangnya baru bisa ditagih semua pada akhir tahun, setelah itu kami setor ke negara dan kami tidak bisa ambil, Mola TV sangat maklum."
Sebelumnya, anggota Dewan Pengawas TVRI Pamungkas Trishadiatmoko memaparkan alasan Direktur Utama Helmy Yahya diberhentikan dari posisinya, salah satunya, terkait dengan kontrak tayangan sepak bola Liga Inggris oleh perusahaan televisi pelat merah itu. "Saya akan sampaikan kenapa Liga Inggris itu menjadi salah satu pemicu gagal bayar ataupun munculnya utang skala kecil seperti Jiwasraya," ujar Pamungkas dalam rapat di Kompleks Parlemen, Selasa, 21 Januari 2020.
Ketua Dewan Pengawas TVRI Arief Hidayat Thamrin menambahkan, lembaga penyiaran publik itu baru pertama kali dalam sejarah memiliki anggaran terutang dalam jumlah signifikan, yaitu di era Direktur Utama Helmy Yahya. Total anggaran terhutang TVRI tahun 2019 ke tahun 2020 tercatat Rp 37,8 miliar.
Berdasarkan paparan yang disajikan Dewan Pengawas, tampak bahwa anggaran terutang itu paling besar tercantum pada pembelian hak siar sebesar Rp 33,8 miliar. Pembelian hak siar itu terdiri atas hak siar Liga Inggris Rp 27 miliar dan BWF Rp 5,8 miliar.
CAESAR AKBAR