Pada April 2018, OJK bersama dengan direksi membahas adanya pendapatan premi yang turun cukup signifikan akibat diturunkannya imbal hasi atas produk JS Saving Plan setelah dilakukan evaluasi atas produk tersebut.
Selanjutnya Kementerian BUMN mengganti Direksi Jiwasraya pada Mei 2018. Direksi baru melaporkan terdapat ketidakberesan laporan keuangan di perusahaan kepada Kementerian BUMN.
Hasil audit KAP atas laporan keuangan Jiwasraya 2017 antara lain mengoreksi laporan keuangan interim yang semula mencatatkan laba sebesar Rp 2,4 T menjadi Rp 428 miliar. Kantor akuntan publik PWC sendiri telah mengaudit Jiwasraya sejak 2016. Pada 10 Oktober 2018 direksi baru Jiwasraya mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis JS Saving Plan yang jatuh tempo sebesar Rp 802 miliar
Dalam Laporan Audit BPK 2018 diketahui Jiwasraya melakukan investasi pada asset berisiko untuk mengejar imbal hasil tinggi. Langkah ini mengabaikan prinsip kehati-hatian.
Memasuki 2019, Jiwasraya kembali terlambat menyampaikan Laporan keuangan 2018. Atas kondisi ini OJK mengenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pada tahun ini juga sebagai bagian dari skenario pengembalian uang nasabah yang dirancang pemegang saham, OJK mengeluarkan ijin pembentukan anak usaha JS yaitu Jiwasraya Putra.
Manajemen Jiwasraya membutuhkan suntikan modal Rp 32,89 triliun untuk memenuhi rasio kecukupan solvabilitas atau modal berbasis risiko (RBC) 120 persen. Pasalnya, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp 23,26 T sedangkan kewajiban sebesar Rp 50,5 T. Terjadi defisit Rp 27,24 T. Sedangkan kewajiban yang harus dibayar pada produk JS Saving Plan sebesar Rp 15,75 triliun.
BISNIS