TEMPO.CO, Jakarta - Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya angkat bicara soal kasus korupsi dan gagal bayar yang membelit PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Menurut SBY, permasalahan gagal bayar Jiwasraya berakar dari merosotnya kondisi keuangan perusahaan selama tiga tahun terakhir ini saja.
SBY juga mempertanyakan kenapa dengan cepat dan mudah Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009 dan 2009-2014 disalahkan dalam kasus Jiwasraya. Karena jebolnya keuangan Jiwasraya terjadi tiga tahun terakhir, SBY berpendapat, seharusnya permasalahan tidak dibelokkan sampai saat dirinya menjabat Presiden.
"Karenanya, di hadapan staf dan beberapa tamu saya di rumah yang merasa tidak terima jika lagi-lagi saya yang disalahkan, saya sampaikan komentar ringan saya. Intinya, kalau memang tak satupun di negeri ini yang merasa bersalah, dan tak ada pula yang mau bertanggung jawab, ya salahkan saja masa lampau," kata SBY dalam keterangan tertulisnya yang dirilis Senin, 27 Januari 2020.
Atas klaim SBY ini, Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, dalam kesempatan terpisah telah merilis kronologis kasus Jiwasraya. Deputi Komisioner Humas dan Manajemen Strategis OJK Anto Prabowo menyampaikan permasalahan Jiwasraya memang telah terlihat semenjak 2004. Kala itu, Jiwasraya melaporkan ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) -- yang kemudian bersalin rupa menjadi bagian dari OJK -- Perusahaan melaporkan cadangan yang lebih kecil daripada seharusnya.
Insolvency atau defisit yang ditanggung Jiwasraya mencapai Rp 2,769 triliun. Dua tahun kemudian atau pada 2006 laporan keuangan menunjukkan nilai ekuitas Jiwasraya negatif Rp3,29 triliiun karena asset yang dimiliki jauh lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban.
Atas kondisi ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberi opini disclaimer atas laporan keuangan Jiwasraya 2006 dan 2007. Pada 2008-2009, kondisi defisit semakin dalam yakni mencapai Rp 5,7 triliun (2008) dan Rp 6,3 triliun (2009). Pada 2009, untuk memberikan ruang bertahan, direksi pun melakukan langkah penyelamatan jangka pendek dengan re-asuransi. Dengan skema re-asuransi pada 2010-2011, perusahaan mencatatkan surplus sebesar Rp 1,3 triliun di akhir 2011.
Selanjutnya pada, 2012, Bapepam-LK yang berada di bawah Kementerian Keuangan memberikan izin produk JS Proteksi Plan. Produk ini kemudian dijual oleh Bank BTN, KEB Hana Bank, BPD Jateng, BPD Jatim, dan BPD DIY.
Model bisnis re-asuransi membuat laporan keuangan Per 31 Desember 2012 mencatatkan surplus sebesar Rp 1,6 triliun. Padahal, OJK mencatat, jika skema reasuransi dihilangkan, sejatinya Jiwasraya masih menanggung defisit Rp3,2 triliun.