TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY mengatakan negara dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi harus mau membuka diri dan mendukung pembentukan Panitia Khusus(Pansus) untuk kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Hal itu, kata dia, agar tuduhan miring yang dialamatkan kepadanya dapat dibuktikan tidak benar. "Di era saya dulu, ingat saya empat kali DPR menggunakan hak angketnya," kata SBY dalam keterangan tertulis yang dikirim ke media, Senin, 27 Januari 2020.
Menurut SBY, napas dan jiwa dari konstitusi Indonesia adalah adanya prinsip checks and balances di antara lembaga-lembaga negara yang utama. Di antaranya, adalah antara lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Dalam kaitan krisis keuangan yang terjadi di Jiwasraya, maka sesuai dengan konstitusi dan nilai-nilai demokrasi yang dianut, DPR RI wajib melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Implementasinya, kata SBY, DPR RI bisa menggunakan haknya untuk mengetahui tentang apa, mengapa dan bagaimana penyimpangan di BUMN itu terjadi. Mengingat besarnya angka kerugian negara serta kompleksitas dan keterkaitan antar lembaga yang terkait, kata SBY, maka agar lebih efektif hasilnya, DPR RI bisa menggunakan hak konstitusional yang dimilikinya untuk mengusut Jiwasraya.
"Dalam kaitan ini, saya berpendapat DPR RI lebih tepat menggunakan hak angket agar penyelidikan dapat dilaksanakan secara menyeluruh. Jika ingin kasus besar ini dapat diungkap secara gamblang, seraya membuktikan bahwa tidak ada keterlibatan elemen pemerintah dalam penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara belasan triliun rupiah itu, inilah kesempatannya," ujar SBY.
SBY menilai, jebolnya Jiwasraya antara lain karena pertimbangan yang diambil serampangan. Karena itu menurutnya, jangan sampai penyelesaian krisis Jiwasraya tidak didasari oleh pertimbangan yang matang dan kuat pula. "Setuju, jangan terlalu dipolitisasi," kata dia.