TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 45 warga Desa Grogol, Jawa Timur, menolak pembebasan lahan yang akan digunakan untuk pembangunan Bandara Kediri, Jawa Timur. Koordinator warga, Nurul Anis, mengatakan perundingan terkait harga ganti untung yang ditawarkan pemerintah masih alot dan tak menemui titik temu.
"Pada tahun 2017 terjadi pembebasan lahan dengan harga Rp 15 juta per ru (1 ru: 14 meter). Sekarang, kami hanya ditawari Rp 10,5 juta per ru," ujar Anis saat dihubungi Tempo pada Selasa, 28 Januari 2020.
Anis menyatakan, warga telah melayangkan protes atas melorotnya harga ganti untung tersebut. Menurut dia, pemerintah tak memiliki dasar hitungan yang jelas terkait nilai yang ditawarkan.
Dengan harga yang ditawarkan pemerintah saat ini, warga tidak akan mampu membeli tanah dan bangunan pengganti. Apalagi, ujar Anis, harga-harga tanah di sekitar Desa Grogol sudah melonjak sekitar 20-30 persen per ru dengan adanya proyek pembangunan bandara ini. "Kalau dengan harga segitu, kami hanya mampu membeli tanah pinggiran yang jauh dari tempat kelahiran," tuturnya.
Anis menerangkan, warga sejatinya telah menjalin komunikasi dengan sejumlah perwakilan dari pemerintah daerah secara insentif terkait pembebasan lahan ini. Namun, dalam pertemuan itu, ia menyatakan tak terjadi komunikasi dua arah.
Menurut Anis, warga terus ditekan untuk membebaskan lahannya dalam persamuhan bersama tersebut demi terbangunnya Bandara Kediri. "Bahkan, satu warga kami diperkarakan hukum," tuturnya.
Adapun tanah milik 45 warga yang ditaksir luasnya mencapai lebih dari 1 hektare itu merupakan lahan permukiman. Lahan tersebut berjumlah sekitar 38 bidang atau 1 persen dari total keseluruhan kebutuhan bandara. Saat ini, Anis mengakui bahwa warga tak memiliki pendamping hukum. "Kami awam dengan masalah seperti itu," ucapnya.
Pemerintah sebelumnya memastikan pembangunan Bandara Kediri akan dimulai pada 16 April 2020. Warga yang masih menolak pembebasan lahan diminta menyepakati harga ganti untung sebelum digusur paksa.
Sikap ini sebelumnya disampaikan perwakilan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi di hadapan warga yang terdampak pembebasan lahan bandara di Desa Grogol.
“Pemerintah akan memulai ground breaking bandara tanggal 16 April 2020, atas kesepakatan Menteri ATR BPN (Administrasi Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional), Menteri Perhubungan, dan Menko Kemaritiman,” kata perwakilan Menko Maritim dan Investasi Mayor Infanteri Bagja Sirait di Kediri, Jumat, 24 Januari 2020.
Saat ini pembangunan proyek tersebut sudah berjalan. Sejumlah alat berat telah mulai beroperasi di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan. Ke depan, peralatan ini akan terus bergerak ke tiga desa di empat kecamatan yang menjadi lokasi pembangunan bandara.
Bagja Sirait menjelaskan, proses pembebasan lahan sudah mencapai 98,44 persen dari luas proyek 376,57 hektare. Sedangkan sisanya yang tersebar di Desa Tarokan, Bulusari, dan Grogol masih dalam tahap negosiasi. Jumlah lahan ini sekitar 3,32 hektare lahan kosong dan 2,56 hektare lahan bangunan.
Dalam sosialisasi di depan warga yang terkena dampak pembangunan bandara, Bagja Sirait meminta masyarakat segera menerima harga ganti untung yang diberikan pemerintah. Dari hasil appraisal (perkiraan) oleh lembaga independen yang ditunjuk pemerintah, ia menjelaskan, pemerintah menetapkan nilai tertinggi untuk lahan pekarangan sebesar Rp 750 ribu per meter persegi dan tanah tegal atau sawah senilai Rp 500 per meter persegi.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | HARI TRI WASONO