Apni pun menegaskan bahwa Helmy tidak pernah mengatakan bahwa program Liga Inggris itu adalah program gratis. Ia mengatakan TVRI menjalin kerjasama dengan Mola TV dengan komitmen tiga tahun, namun pembayaran dilakukan dengan kontrak per tahun dengan harga satu musim US$ 3 juta dan Mola membeli iklan Liga Inggris US$ 1 juta.
Kewajiban TVRI pada 2019 terkait Liga Inggris, tutur Apni, adalah pembayaran US$ 1,5 juta ke Mola. Pembayaran itu sedianya dapat dilakukan dengan dana PNBP. Namun karena mekanisme penggunaan PNBP di akhir tahun membutuhkan waktu, sehingga ada Rp 17,5 miliar PNBP disetor ke kas negara dan perseroan telah menyurati mola terkait pergeseran pembayaran. "Pihak Mola TV sudah menyampailam surat bahwa mereka memahami pergeseran itu."
Sebelumnya, Anggota Dewan Pengawas TVRI Pamungkas Trishadiatmoko memaparkan alasan Direktur Utama Helmy Yahya diberhentikan dari posisinya dalam rapat bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat. Salah satu alasannya adalah terkait dengan kontrak tayangan sepak bola Liga Inggris oleh perusahaan televisi pelat merah itu. "Saya akan sampaikan kenapa Liga Inggris itu menjadi salah satu pemicu gagal bayar ataupun munculnya hutang skala kecil seperti Jiwasraya," ujar dia dalam rapat di Kompleks Parlemen, Selasa, 21 Januari 2020.
Selain itu, Dewan Pengawas TVRI pun mempermasalahkan Liga Inggris lantaran pada mulanya disebut gratis. Namun ternyata pada akhirnya berbiaya total sekitar Rp 126 miliar di luar pajak dan biaya lainnya untuk kontrak tiga musim alias 2019-2022. Setiap musim, perseroan mesti menggelontorkan sekitar lebih dari Rp 552 per pertandingan untuk setiap musim.
Padahal TVRI pun hanya mendapatkan hak dua pertandingan per pekan dari sepuluh pertandingan setiap pekannya. Adapun delapan pertandingan lainnya di Mola TV dengan berlangganan. Di saat yang sama, kata Pamungkas, MNC TV yang menayangkan Liga Inggris sebelumnya menggelontorkan US$ 10 juta atau sekitar Rp 140 miliar untuk seluruh tayangan.