TEMPO.CO, Kediri – Pemerintah memastikan pembangunan Bandara Kediri akan dimulai pada 16 April 2020. Warga yang masih menolak pembebasan lahan diminta menyepakati harga ganti untung sebelum digusur paksa.
Sikap ini disampaikan perwakilan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi di hadapan warga yang terdampak pembebasan lahan bandara di Desa Grogol, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. “Pemerintah akan memulai ground breaking bandara tanggal 16 April 2020, atas kesepakatan Menteri ATR BPN (Administrasi Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional), Menteri Perhubungan, dan Menko Kemaritiman,” kata Mayor Infanteri Bagja Sirait, perwakilan Menko Kemaritiman di Kediri, Jumat 24 Januari 2020.
Saat ini pembangunan proyek tersebut sudah berjalan. Sejumlah alat berat telah mulai beroperasi di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan. Ke depan peralatan ini akan terus bergerak ke tiga desa di empat kecamatan yang menjadi lokasi pembangunan bandara. Mereka adalah Desa Jatirejo Kecamatan Banyakan, Desa Grogol Kecamatan Grogol, serta Desa Bulusari dan Desa Tarokan di Kecamatan Tarokan.
Bagja Sirait menjelaskan saat ini proses pembebasan lahan sudah mencapai 98,44 persen dari luas proyek 376,57 hektare. Sedangkan sisanya yang tersebar di Desa Tarokan, Bulusari, dan Grogol masih dalam tahap negosiasi. Terdiri dari 3,32 hektare lahan kosong dan 2,56 hektare lahan bangunan.
Dalam sosialisasi di depan warga yang terkena dampak pembangunan bandara, Bagja Sirait meminta kepada masyarakat yang masih bertahan untuk menerima harga ganti untung yang diberikan pemerintah. Dari hasil apprasial (perkiraan) oleh lembaga independen yang ditunjuk pemerintah, ditetapkan nilai tertinggi untuk lahan pekarangan yang ada rumahnya sebesar Rp 750 ribu per meter persegi, dan tanah tegal atau sawah senilai Rp 500 per meter persegi.
“Tidak ada lagi kenaikan harga atau tawar menawar dari pemerintah. Dan tidak ada fee untuk makelar atau petugas pemerintah lima persen, kecuali pajak penjualan sebesar 2,5 persen,” ujar Bagja.
Jika warga tetap menolak melepas lahan mereka untuk proyek ini, maka pemerintah akan mengambil jalan konsinyasi yang diatur dalam undang undang. Konsinyasi adalah mekanisme penitipan uang ganti untung kepada pengadilan negeri setempat, yang bisa diambil warga terdampak sewaktu-waktu. Di saat bersamaan pemerintah melalui aparat keamanan akan melakukan pengosongan lahan pada akhir Januari 2020.
Tak sekedar memberikan ganti untung, pemerintah bersama PT Surya Dhaha Investama selaku pelaksana proyek telah menyediakan lahan khusus untuk dibeli warga yang kurang mampu, dan menjadi obyek pembebasan. Lokasinya juga berada tak jauh dari tempat asal mereka, di Desa Grogol dengan sebutan Desa Tanjung Baru. Tempat ini juga telah dilengkapi fasilitas umum seperti jalan, drainase, sumur, dan penyambungan listrik ke rumah.
Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri Putut Tri Sunarko meminta kepada warga untuk menerima mekanisme ganti untung yang ditawarkan pemerintah. Meski siap melaksanakan konsinyasi, dia berharap hal itu tidak akan ditempuh oleh warga. “Konsinyasi ini akan memberikan harga di bawah appraisial dan tidak menghalangi proses pengosongan lahan,” jelasnya.
Ridwan Arif, salah satu pemilik lahan yang masih bertahan mengaku tak memiliki pilihan selain menerima ganti untung. Ridwan mengaku memiliki 2.000 meter persegi lahan yang ditanami jeruk di lokasi terdampak. “Mau bagaimana lagi, tidak ada pilihan selain menerima,” katanya.
HARI TRI WASONO