TEMPO.CO, Jakarta - Produksi PT Freeport Indonesia (PTFI) sepanjang tahun lalu menurun signifikan dibandingkan dengan 2018. President & CEO Freeport-McMoRan Richard C. Adkerson mengatakan penurunan tersebut terjadi karena adanya transisi penambangan dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah.
"Kinerja di kuartal IV/2019 lebih baik dari kuartal IV/2018, meski secara keseluruhan mengalami penurunan. Ini mencerminkan perpanjangan penambangan di Grasberg open pit yang selesai pada Desember 2019," ujarnya dalam conference call yang dilaksanakan Jumat, 24 Januari 2020.
Berdasarkan laporan operasi dan keuangan 2019 Freeport-McMoRan Inc., produksi tembaga Freeport Indonesia sepanjang periode Januari-Desember 2019 sebanyak 607 juta pounds. Jumlah tersebut anjlok 47,67 persen dari produksi tembaga 2018 sebanyak 1,16 juta pounds.
Penjualan tembaga Freeport Indonesia juga turun tajam. Sepanjang tahun lalu penjualan tembaga Freeport Indonesia hanya 667 juta pounds, turun 40,9 persen bila dibandingkan dengan penjualan 2018 sebanyak 1,13 miliar pounds.
Selain itu, harga jual rata-ratanya juga mengalami penurunan dari US$2,89 per pounds menjadi US$2,72 per pounds
Hasil serupa juga terjadi untuk komoditas emas. Produksi emas Freeport Indonesia pada 2019 tercatat sebanyak 863.000 ounces, merosot tajam sebesar 64,27 persen dari realisasi produksi pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 2,49 juta ounces.
Penjualannya pun turun signifikan sebesar 58,87 persen dari 2,37 juta ounces menjadi 973.000 ounces sepanjang tahun lalu.
Namun, rerata harga jual emas 2019 mengalami kenaikan menjadi US$1.416 per ounce dari rerata harga jual 2018 senilai US$1.254 per ounce.
Richard memperkirakan volume penjualan konsolidasi dari Freeport Indonesia akan mendekati 750 juta pounds tembaga dan 0,8 juta ounces emas pada 2020. "Karena PTFI terus meningkat produksi dari badan bijih bawah tanahnya, produksi logam diharapkan meningkat secara signifikan pada 2021," kata Richard.
BISNIS