TEMPO.CO. Jakarta - Dugaan praktik manipulasi pasar lewat rekening nominee mencuat dalam skandal korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Pengamat pasar modal Budi Frensidy mengatakan, praktik manipulasi ini sebenarnya bukanlah barang baru di pasar modal.
"Konon totalnya ada sekitar 1.440 rekening yang seperti itu menurut OJK. Sebanyak 250 sudah dikenakan sanksi pemblokiran dan denda juga," kata Budi saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 24 Januari 2020.
Sederhananya, rekening nominee adalah rekening miliki satu orang, tapi digunakan oleh orang lain. Budi menduga, pemblokiran ini terjadi karena ada indikasi digunakan untuk manipulasi pasar seperti wash trade, yaitu beli dan jual sebuah saham secara beruntun dengan cepat.
"Atau beli dan jual oleh orang yang sama, tetapi menggunakan rekening yang berbeda, atau lewat rekening para nominee," kata dia. Menurut Budi, rekening nominee ini memang dicurigai digunakan untuk manipulasi pasar atau tujuan negatif lainnya.
Meski demikian, Budi menyebut beberapa waktu terakhir OJK sebenarnya sudah mulai aktif memblokir rekening seperti ini. Namun, sepengetahuannya, belum ada aturan yang melarang penggunaan rekening nominee di Bursa Efek Indonesia (BEI), OJK, maupun KSEI. "Sehingga yang dilakukan OJK hanya untuk, yang terindikasi melakukan perdagangan fiktif," kata Budi.
Pengamat pasar modal lain, Hans Kwee juga telah mendengar kabar soal pemblokiran 800 rekening efek ini. Seperti Budi, Hans juga menduga rekening yang diblokir adalah rekening nominee.
Selain itu, kata Hans, pemiliki asli ini barangkali juga tidak mengetahui rekening efeknya digunakan untuk keperluan tertentu oleh orang lain. Sehingga, kata dia, belum tentu pemilik rekening ini terlibat langsung dalam skandal Jiwasraya. "Jadi harus dipisahkan, transaksi terkait yang dicurigai dan yang bukan," kata dia.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meminta PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) memblokir sebanyak 800-an rekening efek. Pemblokiran atau suspensi ini berkaitan dengan skandal korupsi dan gagal bayar yang terjadi di Jiwasraya.
"Jumlahnya mungkin terus berkembang, bisa melebihi angka itu. Saat ini, OJK dan Kejagung masih terus berkoordinasi secara intensif untuk kasus Jiwasraya ini," kata Deputi Komisioner Humas dan Manajemen Strategis OJK Anto Prabowo saat dihubungi di hari yang sama.