TEMPO.CO, Jakarta - Pasar properti sewa diyakini akan moncer pada tahun ini. Ceruk properti sewa ini dinilai prospektif karena harga properti di pusat kota yang semakin mahal sementara kebutuhan hunian yang dekat dengan kantor meningkat.
Senior Associate Director Residential Tenant Representation Colliers International Indonesia Lenny Sinaga mengatakan, ketika harga suatu properti dipatok terlalu mahal, peluang hunian untuk dibeli juga makin menipis. Dengan demikian, untuk tetap dapat menutup biaya-biaya, pemilik terpaksa menyewakan propertinya.
“Saat ini banyak pemilik rumah, terutama di kota besar dan harganya sudah terlampau mahal, mereka terpaksa drop harga karena menunggu rumahnya terjual, kelamaan. Padahal, ada biaya perawatannya, menggaji [karyawan] yang jaga, biaya listrik, air jalan terus. Nah, yang begini kebanyakan ujung-ujungnya disewakan,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis 23 Januari 2020.
Properti sewa saat ini merupakan solusi bagi orang yang ingin tinggal di pusat kota atau dekat dengan tempat kerja, tetapi tidak mampu membeli dengan harga tinggi. “Sekarang ini pembeli mempunyai posisi lebih kuat. Jadi, pilihannya juga makin banyak dalam sewa-menyewa. Kemudian, dengan kondisi harga saat ini yang masih tertekan, penyewa juga lebih fleksibel dalam pembiayaannya, ini jadi lebih diminati oleh konsumen,” kata Lenny.
Leny optimistis, kemungkinan kesempatan properti sewa untuk bertumbuh tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan dengan properti strata.
Senada, Director Research Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan, pertumbuhan pasar properti sewa tahun ini bakal bertambah. Namun ia mengakui, peningkatannya masih sulit terukur lantaran pengisi properti sewa yang terus berganti.
“Meningkatnya pasar sewa ini bakal lebih kelihatan di kota besar. Karena harganya sangat mahal, pasarnya ya, untuk kelas atas, lalu sisanya ya, sewa,” kata Anton.
Namun, pasar sewa tidak akan melampaui minat di properti strata (milik) atau properti yang diperjualbelikan. Apalagi, properti yang disewakan juga harus diawali dengan dibeli terlebih dahulu. “Jadi, kayak milenial, bukannya enggak mau beli rumah, melainkan di samping memang belum mengutamakan punya rumah, juga kebutuhannya masih pada hunian sewa,” kata Anton.