TEMPO.CO, Jakarta - Peraturan OJK Nomor 43 Tahun 2019 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian baru saja berlaku 31 Desember 2019. OJK berharap semua perusahaan asuransi bisa mematuhi dalam beleid ini, termasuk PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri (Persero).
“Mestinya bagus untuk semua lembaga,” kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 23 Januari 2020. Salah satu ketentuan dalam POJK ini adalah kewajiban bagi perusahaan asuransi memiliki direktur kepatuhan atau anggota direksi yang membawahi fungsi kepatuhan.
Tapi khusus untuk Asabri harus melalui persetujuan otoritas yang mengawasi perusahaan ini. Otoritas yang dimaksud adalah pengawas eksternal Asabri, seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit TNI, Anggota Polri, dan PNS di Kementerian Pertahanan dan Polri. “Iya, dong,” kata Wimboh.
Selain itu, kata Wimboh, penerapan POJK ini juga harus disesuaikan pula dengan dengan kondisi spesifik di Asabri. “Nanti kami sampaikan agar bisa di-endorse atau perlu penyesuaian,” kata Wimboh.
Salah satu yang diatur dalam POJK 43/2019 adalah kewajiban perusahaan asuransi untuk menunjuk satu orang anggota direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan. Perusahaan dapat menunjuk direktur kepatuhan atau direktur lain yang merangkap fungsi tersebut dengan catatan tertentu.
"Anggota Direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dirangkap oleh anggota Direksi yang membawahkan fungsi teknik asuransi, fungsi keuangan, atau fungsi pemasaran," tertulis dalam beleid tersebut.
POJK tersebut mulai berlaku pada tanggal diundangkannya yakni 31 Desember 2019. Beleid tersebut ditetapkan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso pada 27 Desember 2019 dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.
Sejak 10 Januari 2020, perusahaan asuransi pelat merah ini menuai sorotan publik. Sebabnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD menyebut ada dugaan praktik korupsi hingga Rp 10 triliun lebih di Asabri.
Saat dugaan ini mencuat, OJK banyak mendapat pertanyaan soal pengawasan terhadap Asabri. Namun, pihak OJK telah menyatakan bahwa mereka bukanlah pengawas eksternal dari Asabri. Sebab dalam PP 102 Tahun 2015, hanya ada empat unsur pengawas eksternal.
Unsur pertama yaitu Inspektorat Jenderal Kementerian Pertahanan yang dipimpin Laksamana Madya TNI Didit Herdiawan, Inspektorat Pengawasan Umum Mabes Polri yang dipimpin Komisaris Jenderal Moechgiyarto, dan Inspektorat Jenderal TNI di bawah Letnan Jenderal Muhammad Herindra.
Unsur kedua yaitu Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan di bawah Sumiyati. Ketiga, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan terakhir auditor independen. Menurut Wimboh, persetujuan dari semua unsur pengawas eksternal inilah yang dibutuhkan agar POJK 43 Tahun 2019 bisa berlaku juga untuk Asabri.
BISNIS